Nisfu
Sya’ban 1453 Hijriah
Dimulai
dari awal ketika akibat ada yang menyebabkan
Saat
dimana pergaulan anak-anak tak hanya dengan sesama jenis
Fitrah
suka waktu itu hanya dirasa sebagai keadaan yang tidak biasa
Sudah
muncul sebelum akil balig tepatnya baru tingkat sekolah dasar
Beranjak
pada sekolah menengah pertama kekeliruan semakin dalam
Teman
sebaya banyak yang mendeklarasikan dirinya relationship with...
Adapun
Kakak sendiri malah turut bertanya,
“Kamu
udah punya pacar belum?”
Masih
di masa yang sama beberapa teman perempuan malah menyatakan suka
Katanya
mereka cinta, disampaikan melalui surat,
ada
juga yang langsung secara terbuka
Aku
yang terganggu karena tidak ada rasa suka terhadap mereka,
seolah
mencari jalan keluar
Teringat
pesan almarhum kakek “kamu jangan pacaran!”
tapi
larangan kakek tak cukup sebagai alasan untuk keluar dari gangguan
Hingga
akhirnya bertemu pada sebuah kesimpulan,
punya
pacarlah yang akan menghindarkanku dari gangguan mereka
Begitulah
aku...
Pacaran
tendensi dari dulu sampai sekarang
Masyarakat
kebanyakan menganggap biasa muda-mudi pacaran asal “ga kebablasan”
Yang
jadi pertanyaan, kenapa aku sedangkal ini?
Dari
kecil bergaul di pesantren tapi tak tahu cara beretika dengan lawan jenis
Ngapain
saja aku ini?
Pergi
ngaji tiap hari tapi tak mengilhami sikap Syaidina Ali terhadap Fatimah
Az-Zahra yang saling menjaga dalam diam di kesendirian sampai akhirnya halal
Di
kampus terlibat liqo dan kajian remaja masjid,
namun
tak pernah tahu riwayat Al Idrisy Asy Syafi’i yang hanya meminta keridhoan
pemilik buah yang telah dimakannya, sehingga akhirnya mencetak anak bernama
Imam Syafi’i, begitu juga aku tak pernah mengerti riwayat Abu Thalhah dan Ummu
Sulaim atas keagungan islam, mereka menjadi pasangan yang terkenang.
Para sahabat telah banyak mencontohhkan dalam memaknai cinta, katakanlah yang terakhir ini Salman Al Farisi ra. rela melepas wanita Anshor yang dicintanya, teruntuk sahabat Abu Darda ra. karena betapapun besarnya cinta kepada seorang wanita tidaklah serta merta memberinya hak untuk memiliki, sebelum ijab qabul diikrarkan tidaklah cinta menghalalkan hubungan dua insan. Cinta tak harus memiliki hakikatnya kita hanya dititipi.
Sebenarnya
apa yang aku cari selama ini?
Bisa-bisanya
tak mencontoh pada diri yang di dalamnya terdapat uswatun hasanah
Baginda
Rasulullah saw.
Lantas, berkah apa yang bisa aku harapkan jika cara yang ditempuh tidak sesuai aturan?
Astagfirullah...
Semoga
sekarang dan seterusnya ada dalam jalan kebenaran