Orang yang pertama kali menggali pengertian geografi adalah orang Yunani, yang dimulai dari pengalaman-pengalaman tentang suatu daerah, lambat laun pengalaman tersebut ditelaah lebih kompleks lagi, sehingga geografi menjadi bagian dari pengetahuan manusia. Pada abad pertengahan kebudayaan dan pengetahuan yang dimiliki peradaban Yunani – Romawi lambat laun menjadi tenggelam, sehingga Eropa akhirnya berada pada abad kegelapan (the dark ages). Pada abad ini ilmu pengetahuan tidak berkembang lagi karena masyarakat lebih mementingkan kehidupan akhirat yang sebanyak-banyaknya dengan berbuat kebaikan dan berbuat untuk kepentingan agama. Sejalan dengan abad kegelapan di Eropa muncullah kebudayaan Islam, sehingga geografi mendapat perhatian penting dalam berbagai bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan pada masa kejayaan Islam ini mendapat kemajuan selama berabad-abad, sehingga kebudayaan Islam pada masa itu dapat dikatakan sebagai penghubung antara ilmu pengetahuan klasik dengan ilmu pengetahuan modern.
Ilmu pengetahuan di Eropa berkembang kembali setelah berakhirnya perang salib yang disusul dengan munculnya masa Renaissance di Eropa, kebalikannya kebudayaan islam mengalami kemunduran. Dengan demikian, Geografi di Eropa mendapat perhatian kembali dan memiliki landasan sebagai ilmu pengetahuan secara sistematik. Petualang-petualang besar Eropa banyak memperkenalkan daerah-daerah baru terutama yang berada di Benua Asia dan Amerika, petualangan ini merupakan kelanjutan yang pernah ditempuh oleh saudagar-saudagar Islam. Pada masa itu Geografi juga digunakan untuk mencari daerah-daerah baru yang akhirnya digunakan untuk kepentingan kolonialisme bagi bangsa-bangsa Eropa terhadap bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika.
Geografi berkembang semakin jauh tidak seperti pada awal perkembangnnya, pada abad XV akhir atau awal abad XVI sampai sekarang banyak sekali Geografi membicarakan tentang alam dan berbagai aspek kehidupan di permukaan bumi, serta aliran-aliran dalam Geografi yang berusaha mencari kedudukan manusia hubungannya dengan lingkungan alam. Dengan demikian bidang telaah atau kajian geografi menjadi semakin luas. Perkembangan Geografi di Indonesia tidak terlepas dari sistem pendidikan yang pernah berkembang pada zaman kolonial Belanda hingga pada awal kemerdekaan. Banyak ahli geografi Indonesia mulai memikirkan penerapan Geografi dalam Pembangunan dan mencoba berusaha untuk menyebarluaskan agar dikenal serta dibutuhkan oleh masyarakat melalui pendidikan sekolah.
Geografi sebagai pengetahuan telah melalui perjalanan yang sangat panjang hingga sampailah pada saat ini bahwa Geografi menjadi disiplin ilmu bahkan Geografi disebut-sebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of science). Pada akhirnya dapat ditegaskan bahwa Geografi sebagian dari kebutuhan manusia. Untuk memahami manfaat geografi dalam kehidupan sehari-hari, dapat diperoleh dengan mengkaji hakikat geografi itu sendiri.
Di paparkan dalam bahasan tersendiri (silakan klik link di atas).
2. Objek Geografi
Banyak ahli mengemukakan mengenai objek geografi yang satu sama lain berbeda, hal ini menunjukkan bahwa mereka memiliki pandangan masing-masing. Karena itu para ahli Geografi Indonesia dalam seminar dan loka karya nasional di Semarang menyepakati bahwa objek geografi terdiri dari objek material dan objek formal.
a. Objek Material
Sasaran yang dikaji dalam geografi yaitu, unsur-unsur fisik pembentuk geosfer yang merupakan komponen-komponen lingkungan terdiri dari:
1) Litosfer, yakni lapisan batu-batuan yang dikaji dalam geologi, geomorfologi, petrografi, dll. Gejala pada litosfer dalam kehidupan sehari-hari antara lain sebagai berikut:
· Untuk mengurangi tingkat erosi, pemanfaatan lahan di daerah miring dilakukan dengan membuat sengkedan (terrasering).
· Supaya tidak terjadi penurunan daya dukung lahan, maka harus diupayakan pemanfaatan lahan dengan memperhatikan kemampuan lahannya.
2) Hidrosfer, yakni lapisan air meliputi air yang berada di darat maupun di laut yang dipelajari dalam hidrologi, oceanografi, dll. Gejala pada litosfer dalam kehidupan sehari-hari antara lain sebagai berikut:
· Besar kecilnya air limpasan, selain dipengaruhi oleh besar dan lamanya hujan juga dipengaruhi oleh penggunaan lahan oleh manusia. Bila perbukitan yang seharusnya dijadikan tempat peresapan air, dijadikan untuk permukiman, atau kegiatan pertanian yang tidak memperhatikan pelestariannya, maka air limpasan semakin banyak. Air limpasan yaitu air yang mengalir di permukaan tanah (run off).
· Besar kecilnya cadangan air tanah dipengaruhi banyak sedikitnya peresapan air ke dalam tanah. Hal ini dipengaruhi oleh jenis batuan dan jenis penutup lahan. Cadangan air tanah juga dipengaruhi oleh cara manusia memanfaatkannya. Bila manusia memanfaatkan air tanah secara boros, maka ketersediaannya akan cepat habis.
3) Atmosfer, yakni lapisan udara, cuaca, dan iklim yang dikaji dalam meteorologi dan klimatologi, dll. Gejala pada litosfer dalam kehidupan sehari-hari antara lain sebagai berikut:
· Terjadi perubahan musim. Akibat yang berpengaruh adalah pada musim penghujan, para petani mulai menggarap lahannya.
· Bisa juga berpengaruh pada jenis pakaian yang digunakan penduduk, misalnya di daerah beriklim dingin, pakaian yang digunakan tebal-tebal.
4) Biosfer, yakni lapisan kehidupan flora dan fauna yang dipelajari dalam biogeografi, biologi, dll. Keanekaragaman flora dan fauna menyebabkan keanekaragaman konsumsi bahan pangan. Pada daerah penghasil padi penduduk makan nasi dari beras, pada daerah gandum menggunakan terigu sebagai bahan untuk membuat makanannya. Keberadaan hewan juga demikian, contoh orang Thailand menggunakan gajah untuk membantu pekerjaannya, sedangkan di Indonesia penduduk memanfaatkan kuda, sapi dan kerbau. Hal ini disebabkan karena keberadaan dari hewan-hewan itu.
5) Antroposfer, lapisan manusia sebagai makhluk yang paling berperan di dalamnya. Misalnya, kependudukan, pemukiman desa, seumberdaya, bentuk lahan, tataguna lahan, iklim di suatu wilayah, dll. Manusia di permukaan bumi beragam adat dan budayanya, hal ini mengakibatkan interaksi antara penduduk yang berbeda. Penduduk mempunyai keahlian yang berbeda-beda pula sehingga terjadi saling membutuhkan. Penduduk juga menempati tempat yang berbeda-beda kondisi alam dan sumberdayanya, hal ini menyebabkan kehidupannya juga menjadi beragam karena memanfaatkan alam yang berbeda perlu pengolahan dan alat yang berbeda pula.
Kesimpulannya bahwa objek material adalah gejala-gejala yang terdapat dan terjadi di permukaan bumi. Jadi dalam mengkaji objek geografi diperlukan pengetahuan dari disiplin ilmu-ilmu lain seperti yang disebutkan di atas (ilmu penunjang geografi).
b. Objek Formal
Kalau objek material geografi bersangkut-paut dengan bahan kajian, maka objek formal geografi bersangkut-paut dengan cara pemecahan masalah. Jadi objek formal adalah metode atau pendekatan yang digunakan dalam mengkaji suatu masalah. Dengan kata lain objek formal merupakan cara pandang dan cara berpikir terhadap gejala yang ada di permukaan bumi, baik keadaan fisik maupun keadaan sosialnya. Cara pandang Geografi terhadap objek formal dapat dilihat dari organisasi keruangan (spatial setting) yang meliputi: pola sebaran gejala tertentu di permukaan bumi (spatial patern), keterkaitan atau hubungan sesama antar gejala tersebut (spatial system), perkembangan atau perubahan yang terjadi pada gejala tersebut (spatial processes).
Dari pandangan objek formal maka akan muncul beberapa pertanyaan yang dikenal dengan 5 WH. Maksudnya untuk mengetahui gejala-gejala yang terdapat di permukaan bumi, sehingga jelas hasil uraiannya sebagai cara pandang Geografi, yaitu:
· What, pertanyaan untuk mengetahui apa yang terjadi?
· Where, pertanyaan khas Geografi mengenai lokasi atau persebaran fenomena/ gejala di permukaan bumi, dengan tujuan untuk mengetahui dimana itu terjadi?
· When, merupakan peristiwa awal yang menjelaskan terjadinya suatu gejala/ fenomena. Pertanyaan ini untuk mengetahui kapan peristiwa itu terjadi?
· Who, mencari pelaku terjadinya suatu peristiwa, agar kita mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa tersebut atau yang terlibat di dalamnya?
· How, mencari penyelesaian suatu masalah apabila peristiwa yang terjadi sudah nampak gejala-gejalanya dan akibat yang ditimbulkannya. Pertanyaan ini untuk mencari jawaban dari bagaimana peristiwa tersebut seharunya diselesaikan dengan baik?
Adanya perkembangan Geografi yang semakin pesat, maka perlu ditambahkan tiga pertanyaan lagi untuk melengkapinya, yakni:
· Apa yang dikerjakan disana? (What can be done there?)
· Dimana hal itu dapat dilaksanakan? (Where can that be done?)
· Siapa mendapat apa, dimana dan bagaimana? (Who gets what, where, and how?)
Metode atau pendekatan objek formal geografi meliputi beberapa aspek, yakni aspek keruangan (spatial), kelingkungan (ekologi), kewilayahan (regional) serta aspek waktu (temporal).
1) Aspek Keruangan; geografi mempelajari suatu wilayah antara lain dari segi “nilai” suatu tempat dari berbagai kepentingan. Dari hal ini kita lalu mempelajari tentang letak, jarak, keterjangkauan dsb.
2) Aspek Kelingkungan; geografi mempelajari suatu tempat dalam kaitan dengan keadaan suatu tempat dan komponen-komponen di dalamnya dalam satu kesatuan wilayah. Komponen-komponen itu terdiri dari komponen tak hidup seperti tanah, air, iklim dsb, dan komponen hidup seperti hewan, tumbuhan dan manusia.
3) Aspek Kewilayahan; geografi mempelajari kesamaan dan perbedaan wilayah serta wilayah dengan ciri-ciri khas. Dari hal ini lalu muncul pewilayahan atau regionalisasi misalnya kawasan gurun, yaitu daerah-daerah yang mempunyai ciri-ciri serupa sebagai gurun.
4) Aspek Waktu; geografi mempelajari perkembangan wilayah berdasarkan periode-periode waktu atau perkembangan dan perubahan dari waktu ke waktu. Misalnya perkembangan kota dari tahun ke tahun, kemunduran garis pantai dari waktu ke waktu dsb.
3. Konsep Geografi
Agar dapat memahami Geografi, diperlukan konsep-konsep dasar mengenai Geografi itu sendiri, artinya memahami pengertian istilah-istilah yang umum digunakan oleh Geografi sebagai disiplin ilmu. Konsep ini merupakan suatu hal yang abstrak berkenaan dengan gejala yang nyata tentang Geografi untuk mengungkapkan beberapa gejala, faktor atau masalah, sehingga setiap kata mengandung arti tersendiri. Lebih tepatnya konsep yaitu pengertian abstrak tentang suatu hal.
Konsep Geografi akan selalu berhubungan dengan ruang, baik secara fisik maupun manusia atau keduanya, bahkan setiap gejala mengandung arti Geografi. Dengan demikian konsep Geografi mempunyai jumlah yang sangat banyak dan tidak terhingga. Tetapi konsep Geografi menurut Gurniwan Kamil Pasya pada dasarnya terdiri dari dua bagian, yaitu:
1) Konsep Geografi secara denotatif, mempunyai pengertian berdasarkan definisi atau berdasarkan kamus. Misalnya Sungai artinya air yang mengalir secara alami melalui suatu lembah yang dibuatnya.
2) Konsep Geografi secara Konotatif, mempunyai arti yang lebih luas, meliputi persebaran (misalnya: dimana sungai tersebut berada?), jenis (misalnya: Menurut asal airnya apakah sungai tersebut dari air hujan, gletser, atau sungai campuran?), proses terjadinya sungai (misalnya: kejadian sungai di daerah patahan, lipatan, atau sungai membuat secara bagaimana dan kapan?) dan lain-lain.
Banyak sekali para ahli yang mengutarakan tentang konsep Geografi. Di bawah ini merupakan 10 konsep esensial Geografi yang dihasilkan dan disepakati pada seminar dan lokakarya nasional ahli geografi tahun 1988 dan 1989, yaitu sebagai berikut:
1) Konsep Lokasi
Suatu tempat di permukaan bumi yang memiliki nilai ekonomi apabila dihubungkan dengan harga. Misalnya, di daerah dingin cederung berpakaian tebal, orang cenderung menempatkan peternakan di pedesaan atau di daerah pertanian, selain jauh dari kebisingan juga kotoran ternak bermanfaat untuk pupuk; nilai tanah/ lahan untuk pemukiman akan berkurang apabila mendekati kuburan, terminal kendaraan umum, pasar, pabrik/ indsutri karena kebisingan dan pencemaran.
2) Konsep Jarak
Jarak dihubungkan dengan keuntungan yang diperoleh, maka manusia cenderung akan memperhitungkan jarak. Misalnya, harga tanah akan semakin tinggi apabila mendekati pusat kota dibandingkan dengan harga tanah di pedesaan; Peternakan ayam cederung mendekati kota sebagai tempat pemasaran, agar telur dan ayam yang di bawa ke tempat pemasaran tidak banyak mengalami kerusakan, dibandingkan apabila peternakan ditempatkan jauh dari kota; Memperhitungkan jarak dengan ongkos angkutan umum (barang) yang paling murah, apabila menggunakan: a. Kapal apabila jarak minimalnya 1000 km, b. Kereta api apabila jarak minimalnya 500 km, c. Truk apabila jarak minimalnya kurang dari 500 km.
3) Konsep Keterjangkauan
Hubungan atau interaksi antar tempat dapat dicapai, baik menggunakan sarana transportasi umum, tradisional, atau jalan kaki. Misalnya, keterjangkauan, Jakarta – Biak (pesawat terbang), Jakarta – Bandung (kereta api); daerah A penghasil beras dan daerah B penghasil sandang, kedua daerah tersebut tidak akan berinteraksi apabila tidak ada transportasi; suatu daerah tidak akan berkembang apabila tidak dapat dijangkau oleh sarana transportasi; perkampungan baduy-dalam hanya dapat dijangkau dengan jalan kaki.
4) Konsep Pola
Bentuk khas dari interaksi manusia dengan lingkungan atau interaksi alam dengan alam, hubungannya dengan persebaran. Misalnya, Pola aliran sungai terkait dengan jenis batuan dan struktur geologi; pola pemukiman terkait dengan sungai, jalan, bentuk lahan, dsb.
5) Konsep Morfologi
Bentuk permukaan bumi sebagai hasil proses alam dan hubungannya dengan aktivitas manusia. Misalnya bentuk lahan akan terkait dengan erosi dan pengendapan, penggunaan lahan, ketebalan lapisan tanah, ketersediaan air, dsb; Bentuk pulau mencirikan panjang garis pantai yang berkaitan dengan pengelolaan pantai, termasuk Hankam; Pengelompokkan pemukiman cenderung di daerah datar.
6) Konsep Aglomerasi
Pengelompokkan penduduk dan aktivitasnya di suatu daerah. Misalnya, masyarakat atau penduduk cenderung mengelompok pada tingkat sejenis, sehingga timbul daerah elit, daerah kumuh, daerah perumnas, pedagang besi tua, pedagang barang atau pakaian bekas, dll; 68% industri tekstil Indonesia berada di Bandung; Nelayan tradisional di pantai Utara P. Jawa mengelompok di muara-muara sungai.
7) Konsep Nilai Keguanaan
Manfaat suatu wilayah atau daerah mempunyai nilai tersendiri bagi orang yang menggunakannya. Misalnya, daerah sejuk di pegunungan yang jauh dari kebisingan, seperti di Puncak antara Bogor dengan Cianjur, banyak dijadikan tempat peristirahatan dan rekreasi; Daerah wisata memiliki nilai yang berbeda bagi setiap orang, maka orang akan menilai dengan seringnya berkunjung, jarang, atau tidak pernah sama sekali; Lahan pertanian yang subur sangat bernilai bagi petani dibandingkan nelayan atau karyawan/ pegawai kantor.
8) Konsep Interaksi dan Interdepedensi
Setiap wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, tetapi memerlukan hubungan dengan wilayah lain, sehingga memunculkan adanya hubungan timbal balik dalam bentuk arus barang dan jasa, komunikasi, persebaran, ide, dll. Misalnya, gerakan orang, barang, dan gagasan dari suatu tempat lain seperti, pergerakan penduduk berupa sirkulasi, komutasi (ulang-alik), dan migrasi; pergerakan barang (sandang) dari kota ke desa, pangan dari desa ke kota; pergerakan berita (informasi) melalui radio, televisi, surat kabar, dll, terhadap pembaca atau pemirsa; gerakan udara yang berubah dalam periode tertentu (musim) membawa uap air yang menimbulkan hujan, kemudian ditanggapi petani sebagai masa kerja di lahan pertaniannya.
9) Konsep Differensiasi Area (struktur keruangan atau distribusi keruangan)
Suatu wilayah kaitannya dengan wilayah lain. Wilayah di permukaan bumi memiliki perbedaan nilai yang terdapat di dalamnya. Misalnya, fenomena yang berbeda dari suatu tempat ke tempat lain seperti jarak dekat, jarak sedang, atau jarak jauh; pemukiman padat, sedang, atau jarang; Harga tanah (rumah) yang mahal, sedang, atau murah; pendapatan daerah yang tinggi, sedang, atau rendah; Pertanian sayuran dihasilkan di daerah pegunungan, perikanan laut atau tambak di pantai; dan padi di daerah yang relatif datar.
10) Konsep Keterkaitan dan Keruangan (proses keruangan)
Suatu wilayah dapat berkembang karena adanya hubungan dengan wilayah lain, atau adanya saling keterkaitan antar wialayah dalam memenuhi kebutuhan dan sosial penduduknya. Misalnya, jika dikaji melalui peta, maka terdapat konservasi spasial (keterkaitan wilayah)
4. Kesimpulan
· Sebagai kajian ilmiah, geografi selalu mempelajari gejala di bumi (fenomena geosfer) yang bertumpu pada konteks keruangan dan kewilayahan. Oleh karena itu paling sedikit ada 6 pertanyaan yang dapat dijawab melalui kajian geografi, yaitu mengenai apa, dimana, mengapa, kapan, siapa, dan bagaimana suatu gejala terjadi di permukaan bumi.
· Dua hal yang menjadi objek geografi, yakni objek material dan objek formal. Objek material berkaitan dengan isi atau bahan kajian, sedangkan objek formal menyangkut metode atau pendekatan pengkajian.
· Objek kajian (objek material) geografi adalah fenomena geosfer meliputi atmosfer, lithosfer, biosfer, hidrosfer, dan antroposfer.
· Dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai gejala-gejala geografi yang tercermin dalam beberapa hal antara lain: persebaran pemukiman, persebaran pusat kegiatan, banjir, letusan gunung api, gempa dan sebagainya.
· Untuk mengkaji geografi secara tepat dan ilmiah, perlu dukungan ilmu-ilmu yang merupakan cabang dari geografi seperti: Geomorfologi, Meteorologi, Oceanografi maupun disiplin ilmu lain, seperti: Fisika, Kimia, Biologi, Ekonomi dan sebagainya.
Sumber:
Pasya, Gurniwan K. (2006). Geografi Pemahaman Konsep dan Metodologi. Bandung: Buana Nusantara.
Regariana, Cut Meurah. Modul, Geografi dan Manfaatnya dalam Kehidupan Sehari-hari.
arikel selanjutnya: Pendidikan Bertanggung Jawab
terimakasih banyak mas infonya
BalasHapus