Jalan lurus panjang melintang selepas melalui turunan nagrek. Kiri jalan berjejeran rumah makan beraneka ragam sajian, sebrang jalannya dipenuhi oleh penggunaan lahan sawah. Ya itu lah selintas gambaran sebagian dari daerah Limbangan.
Hampir sebulan tak pulang, artinya hampir sebulan juga tidak melewati jalanan Limbangan. Akan tetapi pemandangan itu masih ada. Orang-orang berjajar lurus di tengah jalan, mereka remaja dan dewasa mengenakan sarung dan kopeah, dipinggiran sebelah kanan berjajaran pula wanita belia berkerudung rapih menyodorkan “sair” (alat menangkap ikan di kolam) kepada setiap pengguna jalan. Ikhwan dan Ukhti itu berusaha menyentuh kepedulian pengendara agar rela memberikan uang recehan untuk pembangunan mesjid dan pesantren.
Jelas sekali berbanding terbalik melihat fakta di Ibu Kota. Para wakil rakyat telah merencanakan untuk membangun kantor mereka seharga 1 trliun lebih, sehingga bergaya gedung-gedung megah ala Eropa. Tidak mempedulikan sense of proud terhadap arsitektur khas dalam negeri, tidak juga mempedulikan kebutuhan pokok rakyatnya saat ini. BODOH!!!
Tulisan Sebelumnya: "Bandung ke Tasikmalaya part 1"
Tulisan Berikutnya: "Matakuliah Studi Masyarakat Indonesia"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar