Bukan suatu kebetulan kemarin pagi ane ga berangkat
ke perpustakaan, padahal rutinitas “merpus” sudah seperti kewajiban dalam
beberapa bulan terakhir. Mulai dari sinilah pelajaran akan arti syukur ane
terima. Tepat pukul 8 pagi bapa kos minta tolong diantar ke Samsat Magelang untuk
mengambil motor “crypton” yang ketika 5 bulan lalu sedang dikendarai anaknya kena
tilang. (5 bulan? sangat lama ya? Ya begitulah..hehe).
“Antar sekarang ya mas mumpung masih
pagi?” pinta bapa kos ane yang seorang pendeta Hindu. “Iya Pak Insyaallah”
jawab ane yang seketika itu membayangkan jarak Jogja-Magelang satu jam dengan
motor, sangat kasihan kalau motor itu harus dibawa oleh seorang bapa yang
berusia 70 tahun lebih (Lah anaknya kemana? Itulah, anaknya mengalami gangguan jiwa semenjak kuliah dulu).
Berangkatlah kami berdua menggunakan bis.
Setibanya disana, motor dalam kondisi sulit dihidupkan, kuncinya pun ga ada,
tapi setang dan posisi on motor bisa
dibuka dengan kunci gudang Samsat (haha..aya-aya wae). “Terus ini mau ngisi
bensinnya gimana kunci joknya ga bisa dibuka?” Pikir kami yang sama saat itu.
Seolah tak ada pilihan lain, motor pun kami
bawa menuju bengkel. Satu jalanan lurus menanjak, satu turunan berkelok, ane
yang mendorong motor diikuti terus oleh jalan gontay bapa kos dari belakang. Setibanya
di bengkel hanya butuh satu congkelan telunjuk, kunci jok bisa terbuka, hanya
butuh satu kali kick stater motor
bisa dihidupkan oleh mekanik. Ga nunggu lama ane minta kursus kilat, karena motor
nyampe atau engga ke Jogja jadi tanggungg jawab ane.
Berangkat dari bengkel, ane bonceng bapa
kos menuju Jogja. (tanpa helm lhoo sakti kan? Padahal polantas bertebaran dimana-mana.hehe).
Seperti yang sudah diprediksikan sebelumnya, tidak gampang mengendarai motor
yang sudah berumur. Setiap nemu trafic light atau nemu jalanan padat harus
menstabilkan tuas gas dan rem, kalau udah mati susah ngidupinnya lagi. Satu
kali berhenti untuk isi bensin, satu kali berhenti solat dzuhur, satu kali
berhenti makan siang, dan satu kali berhenti berteduh dari hujan, kick staternya sama-sama butuh tenaga
ekstra, juga kombinasi dengan menutup sedikit lubang kabulator, barulah motor
bisa hidup.
Betapa disini ane langsung teringat dengan
motor yang selama ini selalu mengantarkan ane di berbagai keperluan. Ga perlu
didorong-dorong, menghidupkan tinggal pencet tombol stater, ga perlu susah payah
dan ga perlu tenaga ekstra sampai bercucuran keringat segala. (Selama ini kemana aja ko baru sadar? -_-)
Mudah sekali bagi Allah untuk memposisikan
seseorang dimanapun yang Dia mau. Semua rizki yang kita terima bisa kapan saja
dicabut kembali olehNya. Ane pun cukup sadar, kejadian ini juga tak lepas dari
kekhilafan-kekhilafan yang ane perbuat sendiri.
Sehingga sebelum semuanya terlambat,
sebelum kenikmatan itu hilang, sebelum semua kemudahan itu tak lagi kita
dapatkan, lebih baik segera sadari dan syukuri (syukuri gimana? yakini rizki itu
dari Allah, memperolehnya dengan cara yang benar, dan digunakan di jalanNya).
Bukan hanya soal motor, coba perhatikan dan rasakan betapa banyak karunia
yang diri ini peroleh. Keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih, jangan sampai
menafikkan kenyataan yang ada. Cukuplah dengan melihat yang ada di “bawah”
menyadarkan akan keberlimpahan yang dimiliki saat ini, jangan tersadar setelah
yang ada saat ini hilang tanpa bekas. Bersyukur membuat cukup, bersyukurlah
sebelum terlambat.
Tulisan Sebelumnya: "Sudah Taat Ko Ga Merasakan Nikmat?"
Tulisan Berikutnya: "Menyesalnya Aku Kenapa Pacaran"
Tulisan Sebelumnya: "Sudah Taat Ko Ga Merasakan Nikmat?"
Tulisan Berikutnya: "Menyesalnya Aku Kenapa Pacaran"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar