Rancangan Pra Nikah untuk Sang Istri

 

Salam sayang teruntuk istriku (kelak), semoga Allah merahmati dan memberkahimu.
Berawal dari terucapnya Qobiltu nika aha... kelak, ada keyakinan yang tertancap kuat, engkau adalah bidadari pilihanNya untukku di dunia dan akhirat.
Di dalam ijab kabul terdapat perjanjian yang luar biasa berat pada diri kita, aku suamimu dan kamu istriku. Betapa tidak, perjanjian yang berat (mittsaqon golidzo) di dalam Al Qur’an Allah mengkhususkannya hanya pada tiga hal. Pertama perjanjian dengan para Rasul ulul azmi, kedua perjanjian terhadap Bani Israil dengan itu diangkatnya Gunung Sinai, dan yang terakhir ada pada perjanjian nikah.
Atas perjanjian yang berat tersebut, tak ada yang bisa kita lakukan kecuali kita bahu membahu bersama membangun keluarga sesuai KehendakNya dengan mengikuti tuntunan RasulNya.
Layaknya Bahtera yang mengapung di lautan lepas, tak sedikit yang harus kita persiapkan. Aku suamimu kelak akan jadi nahkoda, memimpinmu, mengarahkanmu ke satu tujuan hingga akhirnya kita akan sampai pada tujuan bersama. Untuk itu, sebelum angin meniup layar bahtera kita yang mengembang, sebelum bahtera ini berlayar jauh di lautan, mari kita rancang dulu peta dan kompas yang akan menunjukki kita supaya tidak tersesat hingga sampai di tujuan dengan selamat.
Tujuan kita pastilah sudah jelas yakni mengharap wajah Allah Ta’ala dan menginginkan satu surga dengan Rasulullah saw. Akan tetapi dengan rancangan seperti apa tujuan itu bisa kita capai?
Iya benar, yang pertama,
kita harus punya ilmu. Bagaimana kita bisa tahu PROTAP (prosedur tetap) hidup yang benar jika kita tidak mengkaji Al-Qur’an? Bagaimana kita bisa berbuat sesuai dengan JUKNIS (petunjuk teknis) dariNya, sedangkan kita tidak mempelajari sosok diri yang padanya terdapat uswatun hasanah? Tidak benar amal yang mendahului ilmu, tertolak amal tanpa ilmu. Soal ini rasanya tak perlu terus aku perjelas, kita telah menyadari akan pentingnya ilmu untuk dimiliki. Mulai dari sekarang kita akan senantiasa melanjutkan bersama, menyisihkan waktu di sela-sela kesibukan kita untuk menghadiri rutin majelis-majelis ilmu.  Ilmu inilah yang akan menjadi bekal utama kita dalam mengayuh bahtera rumah tangga.
Kedua,
prioritaskan orang tua daripada anak kita kelak. Orang tua maupun anak adalah bagian hidup yang  sama-sama kita sayangi. Memang keduanya harus sama-sama kita jaga dan perhatikan, namun bagaimanapun juga orang tualah yang mestinya kita dahulukan daripada anak kita. Orang tua telah banyak berjasa hingga usianya kini kian renta. Di sisa hidupnya tersebut sudah seharusnya kita mencurahkan apa yang kita punya untuk mereka. Sebagai seorang anak dari orang tua kita, secara bersamaan kita juga sebagai figur bagi anak kita. Bagaimana cara kita memperlakukan orang tua saat ini akan menjadi acuan bagi anak kita dalam memperlakukan orang tuanya kelak. Terlepas dari hal itu, kita berbakti bukan untuk balas budi. Karena bagaimanapun juga, meski sepanjang usia ini dikhususkan untuk berbakti kepada orang tua, tak akan cukup membalas walau hanya untuk satu erangan Ibu kita saat melahirkan kita.  Kita berbakti bukan untuk balas budi, kita berbakti atas dasar perintah Allah semoga Allah ridho terhadap apa yang kita perbuat.
Ketiga,
engkau cukup fokus mengurusi urusan rumah tangga. Doakan saja aku supaya memperoleh rizki halal yang mencukupi semua kebutuhan kita. Soal rizki, kita punya bagiannya masing-masing dan rizki sedikitpun tidak akan tertukar ataupun berkurang, biarkan aku yang menjadi jalan tersampaikan rizki dariNya, untukmu dan anak-anak kita. Hal ini aku lakukan, karena aku sadar betul bahwa urusan rumah tangga tidaklah sederhana, ada banyak yang harus ditata dan dikelola sehingga jangan sampai menambah beban berat pada dirimu, mengganggu fokusmu dalam mengurusi itu semua. Sudah barang tentu kalau engkau perlu akupun siap membantumu.
Hanya ada satu yang tidak akan tersisa kelak setelah kita tiada selain amal jariyah dan ilmu yang bermanfaat, tiada lain yaitu anak soleh yang mendoakan. Nah, untuk mendidik anak yang soleh ini tidaklah instan. Engkaulah yang akan menjadi madrasah pertama bagi anak-anak kita (Al Umm madrosatul ula). Kasih sayang dari mu harus penuh tercurahkan padanya, engkau akan mencukupi anak-anak kita dengan ASI dua tahun penuh tanpa dikurangi, kebutuhan gizinya engkau cukupi hasil masakanmu sendiri (hand made), engkau akan mengajarkan anak-anak kita nilai-nilai tauhid, mengajarkan etika dan sopan santun, mengajarkan anak-anak kita menghafal Al-Quran dan Al-Hadits, menceritakan anak-anak kita kisah Rasul dan para sahabat sebagai pengantar tidurnya, membimbing dan mendampingi di setiap perkembangan serta pertambahan usianya, daaan... masih banyak lagi.
Nah, dalam mendidik anak saja ada banyak hal yang harus engkau persiapkan, bagaimana dengan urusan-urusan yan lain? Untuk itu dalam mencukupi rizki keluarga, biarlah aku yang berupaya dan engkau cukup bantu aku dengan mendoakan di rumah.
Keempat,
aku tidak menginginkan ada tv di rumah kita. Menyaksikan tayangan tv saat ini lebih banyak sia-sia daripada nilai manfaatnya. Aku tak ingin waktu kita habis untuk hal-hal yang tak berguna. Bisa jadi kita duduk bareng di ruang keluarga, tapi bukan soal kerluarga yang kita bahas melainkan asik membahas tayangan tv yang justru tidak ada hubungannya dengan keluarga kita. Aku tidak menginginkan hal itu terjadi. Bukankah kita lebih baik bercengkrama, berdiskusi, berbincang canda sambil menyelami relung-relung hati kita?
Tidak hanya itu kini tv sering menayangkan tayangan-tayangan anarkis, klenik, hedonisme, ghibah (gosip), aurat yang terbuka, interaksi tak islami, yang akan mempengaruhi paradigma keluarga terutama perkembangan anak-anak kita. Jangankan yang terdapat pada tayangan acara inti, kini pada iklan pun sudah banyak yang menyuguhkan hal-hal negatif sehingga menyulitkan kita untuk mengontrolnya.
Tentu dengan menghilangkan tv harus ada pengganti, supaya keluarga kita juga memiliki informasi untuk disebarluaskan kepada orang-orang sekitar. Salah satu alternatifnya yaitu buku. Dengan buku kita bisa memilki informasi yang jauh lebih selektif dan membawa manfaat. Buku bisa disesuaikan dengan kebutuhan kita dan tahap perkembangan anak-anak kita, beda dengan tv yang kian sulit untuk menyortirnya terutama terkait iklan tadi.
Kelima,
engkau bukanlah Khadijah rodiallahuanha begitupun aku bukanlah Baginda Rasul Muhammad saw. Kelak engkau akan tahu betapa banyak kelemahanku, begitupun sebaliknya. Maka dari itu kita tidak akan mungkin bisa menerima keadaan pasangan apa adanya, melainkan kita akan terus menerus berusaha untuk berubah menjadi lebih baik. Nah yang ke lima ini akan sama-sama kita perjuangkan, yakni mau merubah kebiasaan-kebiasaan lama yang tak bernilai manfaat dengan kebiasaan baru yang lebih baik.
Jika saat ini engkau terbiasa berkerudung dengan bawahan celana jeans, belajarlah berhijab secara syar’i. Jika saat ini belum rutin dalam berinfak, mari kita sama-sama sisihkan paling tidak 10% dari kebutuhan kita setiap harinya. Amalan-amalan sunnah lain, mulai dari sekarang mari kita hidupkan sama-sama. Kita sama-sama duha minimal 8 rokaat setiap hari, kita sama-sama hidupkan solat malam paling tidak dua kali dalam seminggu, kita dawamkan juga puasa sunah senin kamis dan ayyamul bidh, ramaikan rumah kita dengan lantunan aya-ayat Al-Quran yaa minimal 1 lembar/ hari beserta terjemahannya, kita biasakan juga membaca dzikir pagi dan petang (al-ma’tsurat), membiasakan wudlu sebelum tidur dan menutup aktivitas seharian dengan solat witir. Hal-hal itu mudah-mudahan cukup untuk menjadi permulaan dalam mengisi hari-hari kita, dengan demikian semoga kita mendapat keselamatan dan keberkahan dariNya di dunia dan akhirat.
Kelima poin di atas adalah rancangan dari suamimu yang awam ini untuk menjalani kehidupan kita kelak. Dalam keadaan yang masih awam, ada keinginan dalam diri ini untuk senantiasa berjalan menuju titian rahmatnya. Semoga kita selalu dikuatkan dan istiqomah hingga kalimah syahadattaen menjadi penutup usia kita.

Aamiin.

Baca juga,
tulisan sebelumnya: "Untukmu yang Masih di Ruang Abu-abu"

tulisan berikutnya: "Kebaikan Tak Mesti Berbalas Kebaikan"
Rancangan Pra Nikah untuk Sang Istri 4.5 5 Riki Ridwana Salam sayang teruntuk istriku (kelak), semoga Allah merahmati dan memberkahimu. Berawal dari terucapnya Qobiltu nika aha... kelak, ada k...


2 komentar:

  1. Assalamualaikum... bos iki... sehat mas????

    sugeee sugeee.... hebat2... terinspirasi nihh baca tulisan ini.... padahal aku bukan lelaki... tapi terinspirasi banget.... mudah2an suamiku (kelak) juga berfikiran sama seperti yg ditulis bos iki.... hehehehheh

    teruslah menginspirasi...^^,

    salam geografi!! Azfia

    BalasHapus
  2. Wa'alaykumussalam wr wb,
    alhmdulillah sehat teh...

    Namanya rancangan ya sebaik mungkin, semoga kita bisa konsisten dalam bersikap ya az.

    Lestari bumiku! :)

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.