Melihat sosoknya tampak biasa-biasa, dari
fisik sama sekali tidak mencerminkan orang yang luar biasa bahkan kini kulitnya
layu, jalan pun sedikit membungkuk dan melangkahnya perlahan-lahan. Penampilannya
sangat sederhana, pakaiannya tampak seperti orang tua kebanyakan tak
mencerminkan seorang alim ulama.
Beliau memang tak pernah terlihat
berbicara di atas mimbar-mimbar, menyeru umat menyampaikan Al Qur’an dan sunnah
nabiNya, tapi cukuplah pilihan hidup beliau membuat ana kagum dan banyak
mengambil pelajaran darinya. Bukankah Ibn Mas’ud ra. pernah berkata “orang
berilmu itu bukan dari banyaknya (hafalan) riwayat, melainkan rasa takut kepada
Allaah azza wajalla.”
Beliau memilih sederhana bukan karena
tidak punya, harta yang Allaah karuniakan sedikitnya terlihat untuk wakaf
madrasah di lingkungannya, beliau memilih jujur bukan tidak ada peluang untuk
kaya raya dengan berdusta, betapa banyak gratifikasi yang beliau tolak atas
dasar takutnya kepada sang Maha Pencipta, beliau memilih segera
menyempurnakan rukun islam nomor 5 saat masih muda ketika kebanyakan orang menginvestasikan
harta untuk jaminan masa tua.
Jalan hidup yang beliau pilih mengingatkan
ana akan pengamalan dari sebuah hadits berikut, Rasulullaah saw. bersabda:
“Tidak akan bergeser dua telapak kaki
seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban)
tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia
mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana
dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya”.
(HR at-Tirmidzi no. 2417)
Tak pernah sekalipun ana mendengar cerita mengenai beliau dari tetangga-tetangganya kecuali cerita kejujurannya, kepedulian beliau
dengan sesama, dan cerita-cerita keidealismeannya yang di zaman sekarang
semakin langka.
Tidak banyak memang yang ana tau tentang
beliau, tapi sejak ana masih kecil beliau istiqomah mengumandangkan adzan lima
waktu, sejak masa mudanya istiqomah bangun di sepertiga malam terakhir, selama
sehatnya masjid selalu saja terpaut mengisi hari-harinya.
Terakhir ada pepatah mengatakan, “buah
tidak jatuh jauh dari pohonnya”, ini yang membuat ana semakin kagum dan
mengambil pelajaran darinya akan tujuan hidup yang benar. Sebagai buah dari
keteladanan, sikap putra-putri beliau kini mirip dengannya, yang diprioritaskan
mereka adalah ilmu agama tak nampak sedikit pun dari mereka kecuali
kebersahajaan. Singkatnya, terlihat jelas bahwa ibadah adalah tujuan hidup
beliau. Semoga Allaah melindungi beliau Pak Haji Apar hingga kelak khusnul
khotimah.
Baca juga,
tulisan sebelumnya: "Perhatikan Niat"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar