Terkerdilkan Waktu

 

Aku tidak berbuat banyak hal pada waktu belakangan. Berkutat di dalam kamar dengan laptop beserta jejaring sosial lebih sering ku lakukan daripada yang lain. Mengerti betapa lambannya gerak lantas menelurkan kelambanan-kelambanan yang berlanjut. Mungkin dampak dari kebiasaan itu terkadang membuat degradasi pola pikir dan tak jarang negatif thingking, terhadap apapun yang padahal sudah jelas-jelas kebenarannya (mohon maaf yang merasa jadi korban, gak sengaja).

Sempat beberapa hari kebelakang aku mengunjungi teman lama semasa di sekolah dasar. Ini upaya untuk mendobrak kembali gairah dalam merasa dan berbuat, dan tentu pastinya dalam rangka mengencangkan kembali tali silaturahmi yang sempat longgar. Brian, Cecep, Hasta, Guswian tidak banyak berubah kecuali postur tubuhnya. Mereka orisinil tetap sama seperti dulu ketika sama-sama masih belajar membaca, menulis, dan berhitung. Gaya-gaya bicara dan arah pembicaraanya membuka ingatanku oleh kelakuan-kelakuan nakal meraka semasa itu. Seharian itu habis waktu bersama mereka oleh obrolan-obrolan ringan disertai luapan-luapan kangen. Al hasil perjumpaan berbekas pada pembuatan “akun fb group” sebagai media komunikasi untuk merangkul kembali teman-teman satu kelas.

Kamis lalu aku berangkat ke Jogja bersama Yanti mantan teman sekelas semasa S1. Kini dia adalah saudara seperjuangan dalam menempuh studi di UGM. Kereta ekonomi moda transportasi favorit kelas mahasiswa seperti aku, bersyukur kemarin pulang pergi sama sekali tidak penuh. Namun selalu saja dalam perjalanan aku dan yanti bayangkan bahwa nanti pesawat terbanglah yang akan kita pakai untuk pulang pergi. Tuntas semua maksud keberangkatan ku ke Jogja. Berangkat malam pulang malam, hanya dalam waktu kurang dari 10 jam alhamdulilah bisa selesai registrasi ulang ke DAA (direktorat administrasi akademik), mengisi KRS (kartu rencana studi), dan memperoleh kosan. Itu semua tidak terlepas dari bantuan pa Lili Somantri, S.Pd., M.Si. “Terima kasih banyak pa sudah rela membantu terutama muter-muter daerah Pogung, panas-panasan lagi puasa hingga kosannya dapet juga, semoga Allah membalasnya dengan berkali-kali lipat lebih baik.” Aku pun tidak akan lupa akan makna yang bapa sampaikan dari sebuah kerja keras.

Waktu memang tak mampu di tahan. Hasil dari kebiasaan-kebiasaan akan mengakar kuat terhadap ketiadaan perubahan. Namun seperti adanya ungkapan, “niscaya perubahan kecuali perubahan itu sendiri”, memastikan bahwa mustahil kalau berusaha apapun pasti bisa (serasa ribet yah redaksinya, ketinggian kayanya.hehe). Sebetulnya sederhana saja, aku ingin kembali memberikan banyak manfaat bagi banyak orang. Keseharian ini mengisyaratkan akan sebuah kesimpulan, bahwa lingkungan menjadi faktor dominan yang tidak bisa disepelekan. Kemauan memanglah kunci dari kesenjangan-kesenjangan prilaku saat ini namun gerbangnya adalah mereka yang ada di sekitar. Jadi aku sendiri pula yang menentukan, buka gerbangya  atau biarkan tertutup rapat.


Tulisan Berikutnya: "Wisata Alam Curug Sidomba dan Cigugur"
Tulisan Sebelumnya: "Ringkas Riwayat"
Terkerdilkan Waktu 4.5 5 Riki Ridwana Aku tidak berbuat banyak hal pada waktu belakangan. Berkutat di dalam kamar dengan laptop beserta jejaring sosial lebih sering ku lakukan da...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.