Bentang Alami Yogyakarta

 


         Suatu kesempatan berharga dapat berkeliling mengunjungi tempat-tempat yang memiliki bentang alami berbeda di Yogyakarta. Kesempatan ini satu paket perjalanan selama dua hari satu malam bersama Fakultas Geografi UGM. Sejak dilepas dari kampus pukul 07.30 WIB hari itu Sabtu 17 September 2011, esok harinya Minggu pukul 12.30 WIB sudah tiba kembali di “Kampus Biru” dengan segudang pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan. Betapa tidak, dengan waktu yang cukup singkat rasa-rasanya tidak ada menit yang terbuang percuma. Hampir semuanya terisi baik oleh kegiatan keilmuan namun dengan kemasan santai dan menyenangkan. Paling tidak berikut ini isi rangkumannya.

1.    Sungai Opak (Utara Ramayana) Prambanan
Koordinat: (x) 0443606 MT (y) 9143396 MU
Sungai Opak Utara Ramayana
Candi Prambanan yang dibangun sekitar abad ke-7 hingga kini masih nampak berdiri kokoh menjulang. Situs cagar budaya ini dibangun berasosiasi dengan daya dukung lingkungan seperti tanah yang subur, air, bahan material bangunan candi dan lain sebagainya. Di sisi sebelah barat candi Prambanan terdapat Sungai Opak. Penampang sungai tersebut dibelokkan sedikit lebih ke arah barat sehingga tidak menggannggu stabilitas candi itu sendiri. Pembelokkan arah aliran Sungai Opak itu sendiri sangat beralasan, hal tersebut dilakukan mengingat bahwa Merapi sebagai salah satu gunung api teraktif di dunia merupakan hulu dari Sungai Opak. Sehingga dengan pembelokan tersebut mengurangi dampak bencana erupsi dalam hal ini aliran lahar. Meski demikian, beruntung letusan Gunung Merapi yang menggemparkan Yogya dan sekitarnya pada tahun 2006 silam, tidak sampai mengalirkan laharnya pada lokasi penelitian ini kalau tidak kemungkinan munculnya kerugian akan sangat besar karena tanggul buatan yang dibangun pada zaman Belanda sebagian besar sudah hilang.
Ditinjau dari segi geologi dan geomorfologi, bentuk lahan lokasi pengamatan pertama ini mewakili bentuk lahan vulkanik yang erat hubungannya dengan aktivitas dari Gunung Merapi yang berada di sebelah utara. Sebelah barat dari lokasi penelitian merupakan batuan tua yang terbentuk sekitar lima juta tahun yang lalu yakni batuan sedimen. Sementara pada sebelah timur lokasi penelitian di dominasi oleh batuan gamping yang dapat dilihat di Gunung Sewu. Setelah wilayah barat dan timur lebih dulu berbentuk daratan, kemudian disusul oleh bagian tengah yakni Gunung Merapi dan sekitarnya sehingga batuan penyusun pada bagian tengah ini lebih berusia muda di banding wilayah sebelah barat dan timur.
Kebun di Belakang Pelataran Candi
Tingginya aktivitas Gunung Merapi tidak hanya berdampak negatif pada manusia, justru hasil dari letusan Merapi memberikan banyak supply nutrisi bagi kesuburan tanah daerah di sekitarnya. Dengan potensi yang ada ini masyarakat setempat memanfaatkan lahan sebagai lahan pertanian terutama pertanian lahan basah. Akan tetapi kesuburan lahan dengan segala daya dukung sumber daya alam yang ada tidak serta merta menjadikan masyarakat yang bergantung pada sektor pertanian hidup berkecukupan, karena sebagian besar petani tergolong pada petani gurem yang hanya memiliki lahan kurang dari dua setengah hektar saja.
Fenomena dan masalah lain yang nampak pada lokasi pertama ini adalah adanya alih fungsi lahan. Pada satu sisi terjadi percepatan pengembangan dalam hal pembangunan fisik wilayah yang mempersatukan Yogya dengan Solo namun pada sisi lain lahan pertanian semakin berkurang. Kemudian yang terakhir patut diketahui pula dampak dari adanya objek wisata Prambanan terhadap kesejahteraan masyarakat setempat. Sehingga pada akhirnya kesemua isu-isu tersebut bermuara pada perlunya penelitian lebih mendalam agar dapat dibuatkan pemecahan masalahnya.

2.    Bukit Boko (Escarpment Baturagung) dan Dataran Aluvial
Koordinat: (x) 0443007 MT (y) 9140353 MU
Jika di Bandung sebelah utara terdapat Gunung Batu, sedikit banyak terdapat kesamaan dengan Bukit Boko.Plot kedua ini berada disebelah selatan Bukit Boko dekat dengan stasiun Telkom Baki yang berupa dataran aluvial. Kalau sudah tau kedua tempat ini pastinya bisa mengidentifikasi apa kesamaan dan perbedaan yang dimiliki oleh keduanya.
Bukit Boko memiliki batuan gamping yang kini telah menjulang terangkat kepermukaan. Sementara sebelah selatan bukit sama sekali datar tidak ikut terangkat sehingga terbentuk sesar. Kondisi bentuk lahan sesar seperti ini mengakibatkan resiko bencana gempa paling besar. Maka tidak heran ketika gempa Jogja yang terjadi 2006 silam tingkat kerusakan yang timbul di daerah ini paling besar.
Pertanian Lahan Basah
Pemanfaatan area pada dataran aluvial di selatan Bukit Boko di dominasi oleh lahan pertanian seperti jagung, padi dan lain sebagainya. Dengan kondisi tanah yang turut pula tercampuri oleh mineral pelapukan batuan gamping Bukit Boko menyebabkan lahan kurang menjanjikan untuk diolah meskipun pada kenyataanya banyak pula dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Akan tetapi ada juga masyarakat yang tertekan oleh keadaan alam daerahnya sehingga memaksanya untuk keluar dari daerah tersebut, bermigrasi ke tempat yang memberikan penghidupan yang lebih layak misalnya ke Jakarta. Meskipun demikian inilah yang dinamakan “remitan” yakni para imigran tersebut membangun daerah tempat asalnya dengan uang yang dibawanya dari hasil perantauan. Maka tidak salah kiranya dengan teori yang menyebutkan bahwa untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas dapat dilakukan dengan migrasi keluar. Selain itu pula dapat juga dengan mengkombinasikan pertanian dan diversifikasi usaha, menurunkan penduduk petani menjadi kearah jasa dan yang terakhir dengan meningkatkan produktivitas.

3.    Perbukitan Struktural Baturagung di Nglanggeran
Koordinat: (x) 0449064 MT (y) 9133014 MU
Interpretasi Proses Geologi di Nglanggeran
Decak kagum menatap dari dalam bis yang sedang berjalan terhadap bongkah-bongkah batu raksasa berwarna hitam yang berserakan di tengah hijaunya persawahan. Di depan sebelah kanan malah serasa tertantang oleh tinggi bukit batu yang bervegetasi jarang di puncaknya saja. Fenomena ini hanya dapat dinikmati di Nglanggeran. Pengelolaan wisata cagar alam geologi di Nglanggeran tidak hanya terkonsentrasi pada keunikan batu-batuan saja akan tetapi masyarakat setempat mengelola secara penuh objek wisata ini dengan menawarkan berbagai kemenarikan dan atraksi potensial yang dimiliki oleh alam dan penduduk lokal. Kemudian mengemasnya kedalam paket-paket wisata yang bisa dipilih sesuai dengan keinginan, antara lain menunjukkan budaya becocok tanam daerah setempat, outbond, panjat tebing, dan sebagainya. Bentang alami ini nyata-nyata memberikan pengaruh terhadap tingkat ekonomi masyarakat setempat. Sehingga atas kesadaran itu kearifan lokal katakanlah mengerematkan objek batuan ditaburi dengan bunga-bunga menjadikan alam tetap terjaga lestari.
Ditelisik dari aspek geologi, batuan di daerah Nglaggeran ini berumur oligosen jauh lebih tua dibanding Merapi sehingga dari sini dapat diceritakan bagaimana Jawa terbentuk dari pengangkatan (geosite). Formasi Nglanggeran berasal dari aliran lava gunungapi purba yang mengikat material-material apa saja yang dilalui sehingga mewarnai kenampakan lava yang membeku menjadi  batuan. Pada awalnya batuan yang berasal dari lava ini bersatu, seiring berjalan waktu terjadi pengangkatan yang lambat namun signifikan (0,14 cm/tahun). Dari proses pengangkatan tersebut, batuan merenggang terpisah ada pula yang jatuh menggelinding hingga berpangkal muara di tengah lahan yang kini dijadikan area persawahan.

4.    Basin Wonosari Gunung Kidul
Fakta empiris secara jelas berbicara bahwa bentang alam dan bentang budaya yang berbeda berpengaruh terhadap produktivitas. Fakta ini salah satunya dapat dikenai pada cekungan Wonosari Kabupaten Gunung kidul yang relatif tertinggal dari kabupaten-kabupaten lainnya di Jawa. Sumber daya air adalah salah satu faktor penghambat kemajuan tingkat perekonomian warganya. Morfologi karst yang cukup mendominasi daerah ini menyebabkan air jauh berada di bawah permukaan tanah sehingga investor enggan untuk menanamkan modalnya di sini. Keterbatasan kuantitas air itu pula mengakibatkan warga setempat harus membeli air per tangki seharga delapan puluh ribuan untuk penggunaan satu minggu. Tak ayal hal ini membuat jumlah pengeluaran warga di Basin Wonosari yang dulunya telaga ini pada umumnya semakin bertambah besar. Selain sumberdaya tanahnya yang tipis, dengan jumlah air yang minim turut menurunkan daya dukung pertanian sehingga berpengaruh pada rendahnya produktivitas lahan.
Air menjadi isu yang paling substansial di daerah ini. Bentang alam karst menyebabkan air di daerah ini rentan tercemar. Air limbah peternakan yang dibuang semena-mena masuk ke dalam tanah tanpa adanya penyaringan oleh karena lapisan tanahnya yang tipis. Maka tidak aneh jika di daerah ini  mewabah penyakit diare oleh karena air yang mengandung bakteri E. coli.
Keberadaan batugamping menjadi isu selanjutnya di Basin Wonosari ini. Meski lahan pertanian kurang mendukung, akan tetapi melimpahnya batu gamping yang cukup memiliki nilai ekonomis tinggi membuat masyarakat setempat terus-menerus mengeksploitasinya. Padahal perbukitan gamping merupakan aset berharga untuk diwariskan kepada generasi mendatang sebagai bentukan alam yang memiliki keunikan tersendiri.
Dengan sumberdaya alam yang relatif terbatas berdampak juga pada tingginya mobilitas penduduk yang disebut mobilitas ulang-alik (komuter). Karena tekanan dari daerah asal yang sulit, penduduk usia produktif lebih memilih untuk mencari penghidupan di daerah lain (kota). Hal ini menjadi alternatif solusi tersendiri untuk membangun daerah asal dengan uang yang dibawanya dari daerah lain tempat mereka bekerja.

5.    Kali Suci di Semanu
Koordinat: (x) 0460201 MT (y) 9114478 MU
Mulut Gua dengan Aliran Sungai
Dari kejauhan terlihat di bawah sana gua yang dialiri oleh air sungai masuk kedalam kegelapan sistem gua. Menilik kebelakang Wonosari tergenang air dalam wujud telaga. Gengangan air tersebut berasal dari sisa hasil pengangkatan yang tidak sempat terbuang karena dibendung oleh perbukitan kapur. Fakta bahwa dulunya cekungan wonosari adalah lautan adalah ditemukannya hipo (kudanil) dan rusa air. Lain dulu lain sekarang, daerah ini kini telah menjadi daratan karena genangan air telaga tadi mampu menerobos keluar membentuk saluran berbentuk gua. Vegetasi yang mendominasi daerah ini adalah pohon jati. Masyarakat setempat memilih menanam pohon Jati sebagai investasi karena harganya yang cukup tinggi sehingga setelah tumbuh besar bisa dijual untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup misalnya menyekolahkan anak, biaya pesta pernikahan, dan lain sebagainya.

6.    Bentang Lahan Kepesisiran di Parangtritis
Pesisir Parangtritis
Plot pengamatan terakhir berada di gumuk pasir (sand dunes) yang hanya satu-satunya di Indonesia dan hanya ada 4 di Dunia. Proses pembentukan gumuk pasir yang bermacam-macam bentuk ini membutuhkan waktu yang cukup lama oleh proses pengankutan angin (aeolin) terhadap material pasir dalam jumlah banyak. Sedikitnya bentukan-bentukan yang dikenal terdiri dari sabit (barchans), memanjang (longitudinal dunes), melintang (transverse), dan parabola (parabolic). Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa penumpukan pasir ini terjadi oleh karena angin sebagai energi pembawa pasir terbentur dinding bukit sehingga menjatuhkan pasir tersebut tepat dibawah muka bukit yang kemudian terjadi penumpukan pasir di pesisir parangtritis.
Orang sedang Berjalan di Tengah Gumuk Pasir
Menurut informasi yang diperoleh bahwa sempat beberapa waktu silam daerah ini akan dijadikan lapangan golf oleh investor ternama di Indonesia. Akan tetapi rencana tersebut dapat digagalkan sehingga berakhir pada penetapannya wilayah gumuk pasir ini sebagai wilayah untuk pemanfaatan umum. Hal ini menunjukkan adanya upaya dalam melindungi kelestarian alam mengingat ketika pemanfaatan yang dilakukan tidak tepat akan terjadi ketimpangan misalnya saja terhadap sumber daya air yang berpotensi merembet pada masalah lain. Kalau saja eksploitasi air berlebih maka akan terjadi intrusi air laut sehingga masyarakat sekitar akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan air tawar meski pada skala rumah tangga. Selain itu karena pasir bersifat porus maka air akan sangat mudah tercemar oleh cairan-cairan misalnya air kencing manusia yang dibuang di atas permukaan pasir dengan cepat menembus kemudian mencemari air tanah. Sehingga dalam hal ini perlu adanya pembatasan dalam pemanfaatan air dan didukung oleh pengelolaan yang lebih arif.
Tulisan Sebelumnya: "Hijrah Ke Jogja"
Tulisan Berikutnya: "Bali Seksi"



Bentang Alami Yogyakarta 4.5 5 Riki Ridwana          Suatu kesempatan berharga dapat berkeliling mengunjungi tempat-tempat yang memiliki bentang alami berbeda di Yogyakarta. Kesempa...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.