Usia kini telah lampau dari 22
tahun, bukan waktu yang singkat dalam mereguk tetes-tetes embun pengetahuan, terbanjiri
limbah-limbah kotor menyebalkan, dan
belajar menelurkan kebaikan. Dalam rentang waktu yang cukup panjang nampaknya
belum cukup untuk membuat tumbuh besar, menjadi sosok yang menjalani rutinitas
teratur namun mengenyangkan.
Tasikmalaya menjadi saksi kelahiran
hingga masa-masa putih abu, tiga tahun sudah berlalu bergelut dengan buku di
Parisnya Pulau Jawa, Jika ditarik kebelakang kejadian-kejadian itu berjalan
sangat cepat. Dulu sempat bosan akan suasana kampung halaman, menghendaki
beranjak ke tempat yang baru dan memutuskan untuk tidak menetap di kota
kelahiran.
Terpilih sudah Bandung sebagai
tempat pencurahan dengan resiko jauh dari keluarga dan teman-teman lama. Semenjak
memulai untuk tidak menetap itu, akhirnya bisa merasakan sendiri bahwa nomaden
betul-betul sebagai upaya ampuh manusia sejak zaman dulu hingga sekarang untuk
dapat mempertahankan hidup. Masih merujuk pada homo sapiens, lusa Jogja akan di
jugjug dengan nawaetu tolabul ilmi.
Ibarat Rasul yang telah berhijrah
ke madinah, semoga Tasikmalaya kelak sama lebih baiknya seperti Mekah.
Tulisan Sebelumnya: "Wisata Alam Curug Sidomba dan Cigugur"
Tulisan Berikutnya: "Bentan Alami Yogyakarta"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar