Tiada yang berharga
dalam hidup ini kecuali iman. Emas, berlian, rumah mewah, dan harta berlimpah
bukanlah sesuatu yang berharga. Kenapa demikian? Mari kita kembalikan pada kriteria
berharga itu sendiri. Kriteria berharga
adalah sesuatu yang bisa kita bawa pulang. Misal saja mobil di parkiran yang
bukan milik kita, tentu tidak ada harganya karena tidak bisa kita bawa pulang.
Buktinya ketika mobil itu hilang tidak ada perasaan yang berat dalam diri kita.
Lain halnya ketika kita kehilangan motor milik sendiri sudah barang tentu
berupaya untuk mencarinya melapor ke kantor polisi dan lain sebagainya. Karena
motor yang hilang itu harusnya bisa kita kendarai untuk dibawa pulang. Berawal
dari hal tersebut maka pengertian pulang disini adalah pulang yang sebenarnya.
Kepulangan kita ke rumah pasti untuk sementara, suatau waktu akan pergi lagi
meninggalkan rumah. Akan tetapi yang dimaksud pulang disini adalah pulang untuk
tidak bepergian kembali alias mati. Jadi seberapa banyak materi yang kita punya
di dunia sama sekali tidak berharga karena yang bisa kita bawa pulang hanyalah
iman.
Tersurat dalam surat
Al-Ankabut, bahwa Allah tidak akan membiarkan begitu saja orang mengaku beriman
melainkan menguji akan keimanannya. Ujian ini dimaksudkan untuk mengetahui siapa yang benar beriman atau berbohong. Ibarat siswa yang mengikuti ujian di sekolah,
akan menyelesaikan rangkaian ujian yang ada sehingga akhirnya berpredikat lulus
pulang membawa ijasah. Begitu pula orang yang mengaku dirinya beriman harus
menyelesaikan soal-soal ujian untuk lulus menjadi seorang mukmin sebelum waktu
hidupnya berakhir. Seorang siswa pasti tidak akan bisa tidur malam, ketika
tugas yang harus dikumpulkannya esok hari belum selesai dikerjakan. Lantas
apakah kita bisa tidur pulas tatkala belum menyelesaikan ujian dari Allah? padahal
tidak menutup kemungkinan tidur kita bisa jadi untuk selamanya.
Soal ujian dalam
hidup ini tidaklah banyak, kalaulah guru/ dosen memberikan soal multiple choice bisa berjumlah puluhan soal, tapi Allah menguji keimanan
kita hanya dengan tiga soal saja, untuk menjawabnya pun kita tinggal memilih di
antara pilihan ganda yang tersedia. Ibarat penilaian di sekolah, jika benar
tiga maka mendapat nilai 100 (A = Lulus), benar dua dari tiga soal mendapat
nilai 66,67 (B = Lulus), dan benar satu bernilai 33,33 (E = Tidak Lulus).
Sekarang mari kita sama-sama lihat berapa sebetulnya nilai yang sampai saat ini
kita peroleh dari tiga soal ujian yang Allah berikan kepada kita.
1. Bagaimana
sikap kita, andai mendapatkan sesuatu yang kita sukai?
a. Menerimanya
dengan sikap ikhlas
b. Menerimanya
dengan sikap tidak ikhlas
Ujian nomor satu ini
nampaknya semua orang yang mengaku dirinya beriman tentu menjawab dengan benar.
Siapa orangnya yang tidak bersikap ikhlas manakala mendapatkan sesuatu yang
disukainya, seting otomatis kita dengan sendirinya bersikap ikhlas menghadapi ujian
ini. Jadi sampai pada soal yang pertama semua dari kita memperoleh poin 33,33.
Mari kita beranjak ke soal berikutnya.
2. Bagaimana
sikap kita, andai mendapatkan sesuatu yang tidak kita sukai?
- Menerimanya dengan sikap ikhlas
- Menerimanya dengan sikap tidak ikhlas
Ujian pada soal
nomor dua ini kita mendapatkan kesulitan untuk bersikap ikhlas. Padahal sebetulnya
untuk melewati ujian ini dengan poin sempurna, mudah dan sangat sederhana.
Kalaulah kita beriman, kita pasti meyakini bahwa segala kejadian yang terjadi
semuanya atas ijin Allah, tidak ada satupun kejadian yang bisa terjadi tanpa
kehendak dan seijinNya. Kita ambil contoh tatkala kita kehilangan dompet karena
ulah pencopet, padahal kita sudah menghabiskan makanan yang belum kita bayar.
Betapa jengkelnya kita pada pencopet dan harus menerima malu terhadap pemilik
warung. Tapi ketika kita kembalikan pada keimanan yang kita miliki, bahwa
pencopet tidak akan berhasil mencuri uang kita tanpa seijin Allah, sekali lagi
tidak ada satupun kejadian yang dapat terjadi kecuali atas kehendakNya. Artinya
hanya dengan sikap ikhlaslah Allah akan menilai kita lulus. Ibarat soal berikut
ini yang diberikan seorang guru kepada muridnya,
“kota di dunia yang
sering dikunjungi turis mancanegara adalah”?
Kita sebagai seorang
muslim menjawab Kota Mekah, akan tetapi ketika guru tersebut sebelumnya telah
menjelaskan bahwa jawabannya adalah Paris, maka untuk memperoleh penilaian yang
sempurna dari guru, tentu kita akan menjawab Paris. Melalui ilustrasi tersebut
hendaknya kita mengesampingkan penilaian sendiri terhadap setiap peristiwa,
akan tetapi sebaliknya kita harus bersikap sesuai dengan penilaian yang baik
menurut Allah.
Sudah selesai pada
soal kedua, apakah sampai dengan ujian ini kita sudah yakin bahwa kita telah
lulus?jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Berikutnya adalah soal yang
terakhir.
3. Andai
kita dihadapkan pada dua pilihan dalam hidup ini, pilihan mana yang akan kita
ambil?
- Memilih kesenangan dunia
- Memilih kesenangan akhirat
Pada dasarnya kedua
pilihan ini sama-sama dapat dirasakan di dunia. Orang yang senang mengumpulkan
harta untuk berfoya-foya akan merasa senang, begitu juga orang yang mempunyai
harta kemudian di sodakohkan, dirinya akan merasa senang pada saat itu juga dan
sekaligus kesenangannya tersebut akan dirasakan pula di akhirat kelak. Orang
yang memilih kesenangan dunia lebih senang mendengarkan musik, beda dengan
orang yang memilih kesenangan akhirat, dia lebih senang mendengarkan lantunan
ayat alquran. Jadi bukan berarti orang yang memilih kesenangan akhirat akan
merasa menderita di dunia karena tidak merasakan kesenangan-kesenangan dunia,
akan tetapi kegiatan-kegiatan yang diperbuatnya menyenangkan juga bagi dirinya
di dunia. Pada akhirnya kita tinggal memilih kesenangan mana yang akan kita ambil.
Dalam ranah nyata
pilihan ini tidak bisa dipilih dua-duanya. Pilihan ini satu sama lain akan saling
tarik menarik. Kemunculannya tidak terjadwalkan pada waktu-waktu tertentu
melainkan selalu datang sehari 24 jam. Jadi perlu ditegaskan kembali bahwa kita
harus menentukan dan mengambil sikap kesenangan mana yang akan kita pilih.
Seketika kita dihadapkan pada pilihan keluyuran untuk kesenangan dunia atau
membantu teman yang sedang kesulitan. Seketika tengah malam memilih nonton
tayangan sepak bola atau bertahajud kemudian membaca al quran. Keduanya tidak
bisa kita jalankan bersamaan melainkan pilihan yang harus kita ambil dalam
mengisi waktu hidup, sebelum semuanya berakhir (mati).
Dari ketiga
pertanyaan tersebut seyogianya kita berintrospeksi kemudian senantiasa
memperbaiki diri dari waktu ke waktu. Ujian bisa berupa sesuatu yang
menyenangkan seperti memperoleh rizki berupa makanan, apakah akan kita bagikan kepada
teman-teman atau kita habiskan untuk sekedar kenyang. Ujian juga bisa sesuatu
yang tidak menyenangkan seperti mempunyai sahabat yang senantiasa bersikap
kasar dan seenaknya kepada kita. Pilihannya adalah menerima perbuatan buruknya
dengan ikhlas atau justru malah membalas. Disini perlu diingat hukum yang
berlaku bersikap ikhlas ketika didzolimi, maka Allah akan mengutus tangan-tangan
orang lain untuk menyadarkan orang yang mendzolimi kita. Seiring dengan
keikhlasan tersebut orang yang mendzolimi akan berbalik hormat dan menyesal
atas perbuatannya oleh karena keikhlasan dari sikap kita. Bersikap ikhlas
ketika diperlakukan semena-mena bukan berarti kita lemah atau tidak punya
keberanian untuk melawan, justru sebaliknya dengan bersikap ikhlas kita kuat
menyerahkan kedzaliman kepada Allah. Lain halnya ketika yang didzalimi adalah
orang lain maka sudah kewajiban kita menyadarkan orang yang berbuat dzalim
untuk merubah dan mencegah perbuatan tersebut.
Sumber:
Ustadz Satori. (19.30 WIB, Rabu 23 Mei 2012).
“Ujian Iman”. Mesjid Pogung Dalangan: Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar