Pagi tadi seorang Ibu
tetangga ada yang meninggal, saat itu kebanyakan orang tidak berada di rumahnya
sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing termasuk juga Ibu dan Bapa saya.
Sehingga hanya beberapa orang yang ada di kampung mengurusi jenazah. Merasa
sedih tatkala yang menyolati pertama kali dapat dihitung dengan jari. Meskipun
beberapa waktu kemudian keluarga almarhumah yang dari jauh, juga tetangga-tetangga
lain termasuk orang tua saya datang menyusul.
Intro di atas sebenarnya bukan
inti dari tulisan yang ingin saya sampaikan, akan tetapi berawal dari pulang mengantarkan
jenazah ke pemakaman, ada pelajaran yang dapat saya petik.
Ibu dan Bapa sampai di rumah
duluan, ketika saya masuk rumah ada anak kecil tetangga yang sedang diberikan
makanan oleh Bapa sampai kedua tangannya tak bisa mengepal saking penuhnya oleh
kue-kue yang ia pegang. Pulanglah anak itu sambil mulut menguyah makanan yang
dibawanya.
Selang beberapa detik datang
teman sebanya ke rumah saya, dengan malu-malu seperti menginginkan kue-kue yang
sama. Saya pun langsung mengerti dan memberinya sama dengan yang diberikan
kepada temannya. Nampak riang anak-anak kecil itu.
Berikutnya selang beberapa
menit datang lagi temannya yang lain, dengan polosnya meminta kue yang sama.
Begitulah kejadiannya terus berlanjut sampai terhenti oleh muadzin untuk
mendirikan solat Ashar.
Kejadian itu mengingatkan
saya, apapun yang dimiliki bukanlah hanya untuk diri sendiri. Terkadang setelah
melaksanakan yang rutin katakanlah infaq sudah merasa cukup. Padahal masih banyak
hal yang bisa kita bagi. Kita memandang sesuatu tidak seberapa, tapi belum
tentu untuk orang lain. Bisa jadi kue-kue yang ada di rumah dibiarkan begitu saja,
namun bagi anak-anak bisa jadi cemilan yang membuat mereka riang.
Tidak hanya kue, barang-barang
kecil yang lain seperti pakaian layak, tas, sepatu atau apa sajalah yang sudah
tidak terpakai apa salahnya untuk dibagikan. Saya yakin masih banyak yang lebih
membutuhkan. Sungguh keterlaluan kalau masih merasa berat.Padahal kita dicontohkan
untuk berbagi sesuatu yang paling kita cintai, berbagi disaat kekurangan, sehingga
apa namanya kalau bukan keterlaluan, bagi yang tidak mau berbagi di saat diri mempunyai
yang mereka perlukan?
Rizki telah tertulis, pena
telah diangkat dan tinta telah mengering. Dengan berbagi tak akan berkurang apa
yang menjadi hak kita, karena tiap-tiap yang bernyawa telah ditentukan rizkinya
masing-masing. Kita tinggal memilih jalan mana yang akan kita tempuh. Apakah
dengan menumpuk-numpuk benda untuk diri sendiri? Atau menjadi jalan tersampaikannya
rizki bagi orang banyak? Sehingga dengan jalan itulah yang akan mendatangkan
rizki dari arah yang tidak disangka-sangka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar