Kita Harus se Visi

 

Tak bisa dibayangkan kalau saat ini saya bersama dengan orang yang tidak sejalan. Seperti kejadian kecil tadi, saya mengantar Ibu mencari sajadah polos (ya sajadah polos, itu yang ibuku bilang). Dicari kesana-kemari sajadah polos alias tanpa pola tidak ada. Ibu sebetulnya masih ingin mencari tapi adzan Ashar sebentar lagi berkumandang. Apa yang terjadi kalo kita tak se visi? Pastilah bukan mesjid yang kita tuju dengan ketulusan hati.

Teringat beberapa bulan ke belakang kejadiannya hampir sama. Tapi kala itu saya mengantar rekan jalan-jalan di Jogja. Kita sama-sama berencana membeli oleh-oleh ke satu tujuan, namun adzan Isya mulai berkumandang. Disinilah konflik batin terjadi. Mau menghentikan perjalanan tidak enak dengan rekan, tapi meneruskan ke tujuan awal pun hati terus menuntut untuk segera mendirikan kewajiban. Akhirnya yang berkecamuk tetap terpendam.
*oalaah -___-

Nah kan, itu hanya satu dari pengalaman sehari-hari. Bagaiamana dengan yang lain-lainnya, tak terbayangkan kalo kita tak se visi. Kita? Siapa maksud kita? Pokoknya siapapun yang ada bersama saya, atau siapapun yang ada bersama anda.

Anda pasti ingatkan dengan hadits yang sangat terkenal ini,

 “Permisalan teman duduk yang baik dan teman duduk yang jelek
seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. (Duduk dengan)
penjual minyak wangi bisa jadi ia akan memberimu minyak
wanginya, bisa jadi engkau membeli darinya dan bisa jadi engkau
akan dapati darinya aroma yang wangi. Sementara (duduk
dengan) pandai besi, bisa jadi ia akan membakar pakaianmu dan
bisa jadi engkau dapati darinya bau yang tak sedap.” (HR. Al-
Bukhari dan Muslim)

Dulu sih orang tua, beberapa guru di sekolah mengajarkan bertemanlah sama siapapun jangan pilih-pilih. Iya sih sekilas tidak ada salahnya, tapi opsi berteman itu hanya ada dua, yakni kita yang mempengaruhi atau kita yang terpengaruhi (terlepas dari superordinat dan subordinat) begitulah kenyataannya.

Berteman dengan seorang yang soleh adalah anugerah yang tak ternilai. Bagaimana tidak ketika kita salah dia memperingatkan, ketika kita lalai dia mengingatkan. Oh ya sampai-sampai ada keterangan yang menyebutkan belilah rumah semahal apapun harganya asalkan tetangganya orang soleh. Seperti itulah lingkungan yang seharusnya kita pilih.

Sekiranya anda belum siap untuk mengajak teman pada kebaikan, mending jangan terlalu dekat deh. Sebaliknya kalau anda yakin untuk memberikan perubahan, Nyok kita berlomba-lomba dalam kebaikan! Nyoook :D

Tulisan Sebelumnya: "Penilaiannya pada Proses"
Tulisan Berikutnya: "Ada Nikmat yang Tak Biasa"
Kita Harus se Visi 4.5 5 Riki Ridwana Tak bisa dibayangkan kalau saat ini saya bersama dengan orang yang tidak sejalan. Seperti kejadian kecil tadi, saya mengantar Ibu mencar...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.