Teliti Tidak Hanya Saat Membeli

 

Hari ini saya belajar dari dua orang teman. Berhubung belum dapat konfirmasi dari mereka, saya sebut saja teman ini Ali dan Hasan.

Pertama adalah seorang Ali. Beliau ini menolak secara halus terhadap rencana investasi yang saya ajukan dengan memanfaatkan uang kas organisasi. Sebelumnya saya pikir uang kas yang disimpan saja tidak produktif, lebih-lebih semakin lama uang akan semakin menurun nilainya, toh setelah saya konfirmasipun setengah dari anggota menyatakan setuju dengan  rencana itu. Tapi bukan soal vote yang beliau soroti, melainkan soal keridhoan anggota lainnya yang belum pasti karena sampai saat ini sulit dihubungi, padahal setahun sekali saja bisa kumpul sudah lumayan sekarang kesibukan kami sangat berbeda-beda.

Di sini nih yang membuat saya berpikir dua kali hingga akhirnya mengurungkan rencana awal tadi. Beliau menutup statement terakhirnya dengan lugas, keuntungannya nanti tidak akan seberapa dibandingkan dengan dosanya yang besar, atas uang yang digunakan tanpa persetujuan pemiliknya.

Kedua adalah seorang Hasan. Saya cukup lama mengenal beliau yaitu dari SMA, tapi perbincangan tadi siang semakin meyakinkan bahwa beliau punya prinsip yang harus kita contoh. Secara ekonomi beliau tidak bisa dibilang berkecukupan, untuk kuliah saja harus dibantu oleh beasiswa bahkan tadi beliau berucap masih nunggak SPP empat semester.

Hasan saat ini sedang fokus membantu usaha Bapaknya yang sedang membutuhkan tambahan modal, karena Bapaknya tidak mengerti bagaimana untuk mencari modal. Beliaupun becerita kepada saya, bahwa usaha bapaknya yang sekarang bisa berjalan adalah hasil dari pencarian modal yang dulu beliau lakukan. Sementara waktu kuliahnya beliau tinggalkan. Ya.. mungkin karena sekarang ini yang harus diprioritaskan adalah memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Sebagai anak laki-laki yang paling besar beliau merasa bertanggung jawab untuk membantu orang tuanya yang sudah tua.

Nah di sini nih yang membuat saya terkesan kepada Hasan. Di tengah kebutuhan ekonomi keluarga yang mendesak, beliau sangat hati-hati dalam menjalankan usaha Bapanya. Beliau tidak mau menerima investor dari Bank atau siapapun yang menjalankan sistem riba. Padahal di tengah kebutuhannya tersebut investor-investor telah banyak berdatangan, menawarkan modal kepadanya. Prinsip beliau sangat kuat, menolak riba baginya adalah harga mati bahkan beliau pernah lantang berkata kepada teman kami yang bekerja di Bank, bahwa seringan-ringannya dosa riba itu seperti laki-laki yan menzinahi ibunya. (ngeri beneeeerr, lebih jelasnya langsung cek di sini yaa)

Ali dan Hasan memberikan pelajaran yang sangat berarti. Betapapun kita membutuhkan atau bahkan dalam kondisi terdesak sekalipun tidak serta merta bisa mengelabui kita sehingga kita tidak teliti. Keuntungan memang boleh di cari, malah kita diperintahkan untuk menguasai perekonomian. Rasul saw kala itu pernah menyuruh Abdurahman bin Auf untuk menguasai pasar di Kota Madinah, apa itu artinya kalau bukan untuk menguasai perekonomian? Tapi sekali lagi, ada aturan main yang harus kita ketahui secara teliti untuk kemudian kita perankan.

Tidak jarang kita diposisikan pada lingkungan yang bertolak belakang dengan prinsip-prinsip yang kita pegang. Uang mampu menjadi daya tarik yang kuat seolah membuat kita menutup mata atas aturan-aturan yang sebetulnya terang benderang. “Mereka juga melakukannya kok, lihat saja mereka, suka memakan riba tapi mereka hidup bahagia”. Ya.. itulah salah satu contoh yang sering dijadikan alasan, sehingga sebagian dari kita berani melanggar aturan-aturanNya. Tapi sejalan dengan kelakuan tersebut, mereka lupa akan adanya istidroj yang dengan itu dijadikan terasa indah dosa-dosa besar yang dilakukannya.

Terus menerus ditenggelamkan dengan kecukupan materi, sungguh merupakan ujian yang sulit untuk di sadari. Betapa tidak kita hanya melakukan evaluasi di saat susah saja,”Apa nih kesalahan yang saya perbuat hingga rizki saya seret gini?”

Namun ketika semuanya serba ada, apa yang kita butuhkan diperoleh dengan mudahnya, jarang kita mau melakukan evaluasi. Padahal dalam kondisi senang pun harusnya kita secara teliti melakukan introspeksi, “Bagaimana saya memperolehnya? Apakah sudah benar? Dan untuk apa saja saya gunakan rizki dari Nya? Apakah sudah digunakan di jalan yang Allah ridhoi?”

Saya berharap kita senantiasa diberikan petunjuk oleh Nya supaya tidak tertipu dengan iming-iming keuntungan semu. Kalau di saat membeli saja kita diharuskan teliti, kenapa tidak teliti dalam seluruh kegiatan ekonomi? *nahlho

Baca juga,
Tulisan Sebelumnya: "Mari Berkontemplasi Sejenak"
Tulisan Berikutnya: "Ojo Ngoyo"
Teliti Tidak Hanya Saat Membeli 4.5 5 Riki Ridwana Hari ini saya belajar dari dua orang teman. Berhubung belum dapat konfirmasi dari mereka, saya sebut saja teman ini Ali dan Hasan. Per...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.