Sungguh
beruntung orang-orang yang beriman,
(yaitu) orang
yang khusyuk dalam shalatnya
(TQS. Al-Mu’minun: 1-2)
Khusyuk tiada lain adalah ketenangan dan
ketundukkan dalam hati. Sholat bukanlah meditasi, kehusyukan dalam sholat dimulai
dari hati maka tidak mungkin Agama Islam memaknai sholat seperti meditasi yang
berasal dari agama lain.
Pernah suatu ketika Umar bin Khatab ra. menepuk
pundak salah seorang sahabat yang ketika sholat mengangkat pundaknya ke atas
sambil menengkuk kepalanya kebawah. Beliau memperingatkan bahwa khusyuknya
sholat itu di dalam hati yang kemudian akan tercermin dalam gerak, bukan
sebaliknya. Di lain waktu pernah juga Umar bin Khattab ra. menepuk pundak seorang
pemuda yang berdoa tersedu-sedu, beliau menyuruh pemuda tersebut berdoa seperti
itu di rumahnya saja, tidak ditampakkan dihadapan khalayak.
Ada yang perlu diperhatikan untuk mencapai khusyuk di dalam sholat, antara lain sebagai berikut.
1. Dirikan sholat seperti sedang dilihat oleh Allah,
kalaupun tidak mampu yakinlah Allah melihat kita. Ibarat kita sedang disorot
oleh kamera yang ditayangkan langsung oleh tv nasional, apapun yang sedang kita
perbuat pasti akan dilakukan dengan sungguh-sungguh penuh konsentrasi. Begitu juga ketika kita shalat
Allah senantiasa menyaksikan kita lebih dari tampilan fisik saja, bahkan Allah
mengetahui isi dari hati orang-orang yang sedang shalat.
2.
Pahami doa-doa
yang dibaca dalam shalat karena shalat adalah komunikasi kita dengan Allah.
Sehingga tidak mungkin dicapai kekhusyukan jika kita tidak paham dengan apa
yang dibaca. Seperti ditunjukkan buku satu-satunya rujukan mata kuliah oleh
dosen, kita akan semangat untuk membeli karena dengan buku itulah kita akan
memperoleh nilai terbaik. Namun ternyata isi bukunya berbahasa Francis, apakah
mungkin kita bisa berhasil kalau kita tidak mengerti artinya?
3.
Jaga perilaku
sebelum melaksanakan shalat. Akan berbeda keadaannya ketika kita sudah
mempersiapkan diri, meninggalkan semua kegiatan menyambut panggilanNya, sudah
berwudlu ketika adzan, tiba di mesjid sebelum iqomah, mengerjakan shalat sunah
tahiyatul mesjid dan qobliyahnya, kemudian masuklah pada shalat fardlunya kita
akan tenang. Namun sebaliknya, ketika kita baru berwudlu setelah iqomah, datang
kemesjid imam sedang rukuk, seketika itu kita terburu-buru, nafas tersengal-sengal,
mana mungkin kita bisa khusyuk. Begitu juga perilaku kita dengan alat
komunikasi dimodus “flight mode” atau dimatikan, tidak menyimpan benda di saku
baju atas (semisal uang logam) memungkinkan jatuh ketika rukuk, pakaian yang sopan dan tidak bergambar, dan
lain-lain yang berpotensi mengganggu kekhusyukan shalat.
4.
Jauhi maksiat,
inilah yang menyulitkan untuk khusyuk dalam shalat. Satu maksiat akan
menambah satu noda hitam dalam hati kita. Semakin hitam hati kita akan semakin
keras dan semakin sulit untuk khusyuk dalam shalat.
5. Dirikan shalat seolah-olah itu adalah shalat
terakhir yang akan kita persembahkan padaNya. Tiada lagi shalat setelah itu,
seperti permintaan terakhir seorang sahabat yang akan dihukum mati karena tipu
daya kaum kafir, beliau meminta untuk mendirikan shalat. Sahabat tersebut pun
berkata “Bisa saja aku memanjangkan shalatku ini, kalau tidak takut disebut
sebagai seorang pengecut”.
6.
Berdoa, jangan mengandalkan kemampuan sendiri minta sama Allah agar
diberikan nikmatnya khusyuk di dalam shalat.
Sumber: Diringkas dari Kajian Sabtu Malam 7 Desember 2013 Ba’da
Magrib bersama Ustadz Sulaiman Rasyid di Mesjid Pogung Dalangan Sleman DIY.
4. Jauhi maksiat, inilah yang menyulitkan untuk khusyuk dalam shalat. Satu maksiat akan menambah satu noda hitam dalam hati kita. Semakin hitam hati kita akan semakin keras dan semakin sulit untuk khusyuk dalam shalat.
BalasHapus