Mereka
tidak akan mengenal sepasih Titik Nol Kilometer dan Tugu Yogyakarta. Mereka
juga tahunya keindahan pantai Indrayanti dan Candi Ratu Boko. Seistimewa
Yogyakarta yang tak lepas dari Keraton dan keramah-tamahan sepanjang Jalan
Malioboro, sebagian besar mereka tidak tahu keistimewaan Yogya tidak bisa
dihindarkan dari satu dusun bernama Pogung Dalangan. Apalah artinya bagi yang
tidak pernah tinggal, dimana istimewanya bagi mereka yang belum pernah
merasakan Yogya atas Pogung Dalangan. Beranjak dari sini mari saya jelaskan
secara singkat.
Mengarah
ke Barat Laut dari Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, dusun kecil ini mudah
dijajaki setelah 5 menit berjalan kaki. Suatu dusun yang disebut-sebut tempat bermukimnya
para aktivis dakwah kampus UGM ini, sekilas tidak berbeda dengan dusun-dusun
lainnya. Perbedaan hanya bisa dirasakan setelah menetap beberapa saat kemudian
berbaur melebur di tengah masyarakatnya.
Ditengah-tengah
diversitas masyarakat Pogung Dalangan yang rukun, kenyamanan bermuamalah
sebagai mahasiswa dirasakan begitu hangat. Warga Pogung Dalangan menyadari
betul kehadiran mahasiswa tidak terlepas dari lingkungan keseharian mereka.
Salam sapa minimal senyum jadi ciri utama warga asli yang membedakannya dengan
warga pendatang. Berbagai keperluan pokok dengan begitu mudahnya diperoleh di
sini. Sebut saja warung “Kirana” yang hampir segala barang tersedia kecuali baju,
oli dan paku beton, di warung makan “Mbo Nonong” kita bisa makan nasi ayam, sayuran,
dan buah-buahan segar tidak lebih dari 10 ribu lengkap pake es teh, terlebih di
warung Ibu penjual nasi kuning samping timur kosan mau nambah apa pun harganya
konstan 6 ribu saja, kalau lapar di tengah malam ada AA Burjo yang siap
melayani 24 jam (mengalahkan fast foodnya Yahudi), dan masih banyak lagi pilihan
menu nikmat untuk memenuhi isi lambung.
Oh
ya letak kostan saya di Pogung Dalangan No.14. Orang tidak akan sulit menemukan
kostan ini, dari luar nampak satu-satunya bangunan yang punya Pura di lantai 2
nya, pemilik kostan berasal dari Bali yang telah lama menetap di Pogung
Dalangan dan beliau sebagai seorang pendeta Hindu. Selain itu untuk menemukan
kostan ini tinggal sedikit ke arah timur dari Mesjid Pogung Dalangan nampak
sudahlah ciri-ciri kostan tersebut.
Lalu
apa yang jadi istimewanya? Bukan hanya gambaran singkat di atas yang menjadi
keistimeweaan Pogung Dalangan, lebih penting dari itu letak keistimewaan dusun
ini adalah karena adanya Mesjid Pogung Dalangan, mesjid tertua di Pogung atau
kami biasa menyebutnya MPD. Betapa tidak istimewa, semua orang hidup pasti
mencari-cari kebahagiaan, berapapun harganya semua orang pasti akan membayar
asal bahagia, orang rela bekerja keras yang penting bahagia, siapapun mau
berbuat apapun untuk meraih kebahagian.
Orang
pergi rekreasi kesana-kemari tiada lain untuk bahagia, orang membeli ini dan
itu supaya dirinya bahagia, tentu orang yang sakit mau membayar berapapun biayanya
agar sehat seperti sediakala, itu semua mereka lakukan tiada lain demi
kebahagiaan. Akan tetaapi sudah berapa banyak orang yang badannya sehat namun
tidak bahagia, banyak artis-artis populer, pejabat tinggi tapi tidak ada ketenangan
dalam hidupnya, tidak sedikit juga orang yang uangnya banyak, rumahnya megah,
mobilnya mewah mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Apalagi yang
menyebabkannya selain ketidakbahagiaan? Ternyata kebahagiaan yang dicari-cari tidak
terletak pada kesehatan, kekayaan, jabatan, atau popularitas.
Di
Mesjid Pogung Dalangan ini terbuka lebar pintu-pintu yang menghantarkan pada
kedamaian, ketenangan, kebahagiaan hakiki tanpa memandang kondisi ekonomi
seseorang. Entah dia masyarakat biasa, mahasiswa maupun yang memiliki jabatan
tinggi. Terlibat dalam aktivitas dakwahnya melatih diri tetap bahagia dalam
sesulit-sulitnya kondisi, seakut-akutnya penyakit, dan seberat-beratnya masalah
yang menghimpit. Mungkin inilah maksud dari perkataan Syeikhul Islam Ibn
Taimiyah bahwa “dhohir yang diluar itu
ada tapi batinnya dalam rahmat Allah swt”.
Sehingga apapun keadaan yang dihadapi dalam hidupnya kebahagiaan senantiasa
menyertai karena letak kebahagiaan ada di dalam hati.
Tak
perlu panjang lebar menjelaskan MPD, cukuplah dengan contoh ketika mendirikan
sholat 5 waktu. Jama’ah di sini berbondong-bondong memenuhi MPD seketika
mendengar adzan dikumandangkan tak peduli panasnya siang yang menyengat,
dinginnya pagi yang menusuk, bahkan hujan deras disertai angin kencang tak menyurutkan
meraih 27 derajat pahala sholat. Iqomat belum selesai dikumandangkan, jema’ah
MPD seketika itu sudah bershof-shof rapat tanpa menyisakan celah antara jema’ah
satu dengan yang lainnya, tidak hanya itu jema’ah bersemangat saling berburu
mendapatkan shof paling depan. Rapatnya shof dalam shalat membuat kita semakin
khusyuk karena hati sesama muslim terasa semakin terikat dan rapatnya shof seperti
itu dijaga terus sampai sempurnanya sholat berjama’ah. Begitulah pemandangan
rutin di sini menjadi barang langka yang tak bisa dijumpai di sembarang tempat.
Shalat
berjamaah Dzuhur dan Ashar niscaya menunda semua kesibukan apapun yang sedang
dilakukan, apapun kesibukan itu jema’ah tinggalkan demi memenuhi panggilanNya.
Sholat menjadi istirahat yang menenangkan, sehingga setelahnya pikiran segar
dan badan terasa bugar aktivitas berikutnya dapat kembali dikerjakan. Adapun
Sholat Magrib, Isya dan Subuh, diimammi seorang yang qiro’ahnya indah, hafalan
Qur’annya banyak, dimana notabenenya mereka masih muda-muda dan berstatus sebagai
mahasiswa. Merdu bacaan imam turut pula menambah kekhusyukan sholat, karunia
ini semakin memuroja’ah jama’ah kepada Allah dzat yang segala Maha.
Kalo
sudah demikian adakah keistimewaan Jogja tanpa Pogung Dalangan?
Baca juga postingan,
sebelumnya: "Sedikit Mengingatmu Bapak"
terbaru: "Wisuda Pascasarjana"
Baca juga postingan,
sebelumnya: "Sedikit Mengingatmu Bapak"
terbaru: "Wisuda Pascasarjana"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar