Bencana banjir tahunan di Jakarta terus berulang,
seolah tidak ada akhirnya sejak zaman Belanda tahun 1654 dan entah akan
berhenti kapan. Bahkan pada dekade terakhir ini intensitas, frekuensi, luas genangan,
dan volume banjir di Jakarta semakin meningkat (Mardianto dan Kadri 2012).
Sehingga tidak berlebihan jika Ibu Kota Jakarta disebut-sebut akan tenggelam.
Banjir Jakarta menjadi fenomena luar biasa karena lokasi bencana
terjadi di Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI). Akan tetapi dalam mengkaji
banjir tidak cukup memfokuskan pada batasan Jakarta sebagai Ibu Kota
Negara. Hal tersebut telah lama dipahami peneliti bahwa banjir Jakarta
merupakan kajian pada lingkup kacamata urban
watershed, dengan kata lain perkotaan Jakarta hanya sebagai lokasi dampak
dari masalah yang terjadi pada daerah aliran sungai (DAS), yakni DAS Ciliwung. DAS Ciliwung berhulu di daerah Puncak
Kabupaten Bogor sampai ke daerah Katulampa, bagian tengah berada di daerah
Ratujaya Kota Depok, sedangkan bagian hilirnya sampai daerah Manggarai termasuk
saluran buatan Kanal Barat yang melintasi Kota Madya Jakarta Pusat, Jakarta
Barat, dan Jakarta Utara.
Ancaman akan tenggelamnya Jakarta setidaknya didukung oleh 3 kondisi
utama, yakni:
1.
Aliran
permukaan
Menurut Asdak (2010) salah satu indikator untuk menentukan apakah
suatu DAS mengalami masalah (fisik) atau penurunan kualitas adalah angka
koefisien aliran permukaan. Aliran permukaan merupakan bagian dari curah hujan
yang mengalir di atas permukaan tanah akibat laju curah hujan melampaui laju
infiltrasi air ke dalam tanah, kemudian mengalir di permukaan menuju ke sungai,
danau, dan lautan.
Aliran permukaan rata-rata di wilayah DAS Ciliwung meningkat dari
tahun 2002 – 2012. Selama periode tersebut areal permukiman makin meningkat,
baik pada wilayah hulu, tengah, dan hilir sekitar 44,7% dari total luas DAS.
Peningkatan areal permukiman tentu akan meningkatkan kawasan kedap air (impervious) yang memiliki kemampuan
infiltrasi rendah, sehingga potensi aliran permukaan akan meningkat apalagi
ditambah dengan faktor musim yakni intensitas curah hujan yang tinggi,
Prasasti, dkk (2014).
2. Land
subsidence
Selain letak geografis yang berada di bawah
permukaan air laut, kebutuhan akan air tanah yang tinggi ditengarai menjadi
salah satu penyebab tenggelamnya daratan Jakarta. Penurunan muka tanah di DKI Jakarta berkisar
antara 0.011 m (1.1 cm) hingga 0.27 m (27 cm) pertahun. Hasil ini adalah hasil
pengolahan data satelit penginderaan jauh dari tahun 2007 hingga 2008.
Penurunan muka tanah ini akan menyebabkan daerah rawan banjir di DKI Jakarta
akan meluas, termasuk meluasnya luapan air laut ke daratan, Khomarudin (2014).
Hal tersebut di atas didukung oleh
pernyataan Pakar hidrologi asal Belanda, JanJaap Brinkman, jika proses
penyedotan air yang terus-menerus dilakukan tidak segera dihentikan, di
penghujung abad Jakarta akan tenggelam dengan kedalaman lima hingga enam meter,
seperti dikutip theatlanticcities.com.
3. Kesadaran Masyarakat
Seperti yang dikemukakan oleh Bapak Geografi Manusia, Paul Vidal de la
Blache, “alam hanya memberikan kemungkinan-kemungkinan dan manusia sendiri yang
memilih kemungkinan tersebut”. Ancaman tenggelamnya Jakarta ada kemungkinan
menjadi kenyataan karena selama ini peraturan pemerintah untuk mengatasi banjir
banyak tidak diindahkan masyarakat atau bahkan peraturan pemerintah yang ada
tumpul ke atas, tak berkutik atas nama komersialisme. Akhirnya jangan
saling menyalahkan apalagi menyalahkan alam, jika kita sendiri masih membuang
sampah sembarangan, rumah kita tidak ada sumur resapan atau biopori, dan juga koefisien
dasar bangunan tidak ramah lingkungan.
Baca juga,
postingan sebelumnya: "Belajar dari Teman"
postingan selanjutnya: "Jihad bagi Muslimah"
Baca juga,
postingan sebelumnya: "Belajar dari Teman"
postingan selanjutnya: "Jihad bagi Muslimah"
yup, jgn menyalahkan pemerintah terus. Dari masyarakatnya sendiri juga harus ada kesadaran dan dukungan..
BalasHapusPostingan ini sangat bermanfaat, memberikan informasi mengenai hal yang belum diketahui. Semoga postingan ini bisa memberikan motivasi untuk selalu ingin tahu.
BalasHapus