Oleh Riki Ridwana
Bencana dapat didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/ atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Sedangkan mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU No.24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana). Tindakan-tindakan ini dilakukan untuk mengeliminir dampak bencana seperti korban jiwa maupun harta benda dengan memprediksi resiko bencana suatu daerah berdasarkan pengetahuan bahaya, kerentanan, dan kapasitas suatu wilayah.
Bencana dapat didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/ atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Sedangkan mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU No.24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana). Tindakan-tindakan ini dilakukan untuk mengeliminir dampak bencana seperti korban jiwa maupun harta benda dengan memprediksi resiko bencana suatu daerah berdasarkan pengetahuan bahaya, kerentanan, dan kapasitas suatu wilayah.
Alam negeri Indonesia sejak merdeka pada tahun 1945 terhampar luas melintang dari Sabang sampai Merauke dan terhampar luas membujur dari Ngiangas sampai Pulau Rote ialah wujud wilayah alamiah yang terdiri dari aspek geologi dan geomorfologi yang khas. Fisis determnism (Karl Ritter dan Ratzel) mengutarakan bahwa alam menentukan terhadap kehidupan manusia. Sedangkan teori tandingan dari fisis determinis adalah posibilism (Jean Brunhens, Albert Demangeon, dan Paul Vidal de La Blache) menyebutkan bahwa alam tidak mutlak menentukan segala aspek kehidupan manusia, melainkan hanya memberikan kemungkinan-kemungkinan kepada manusia untuk memilih alternatif-alternatif yang lebih menguntungkan bagi perkembangan dan penghidupannya.
Memandang kondisi alam Indonesia hingga sekarang, sudah cukup panjang bagi masyarakat kita untuk menggali berbagai ilmu pengetahuan khususnya tentang kebencanaan secara bebas dan terbuka. Berada pada posisi dan kondisi yang memungkinkan timbulnya bencana longsor, letusan gunungapi, gempa bumi, tsunami, dan lain-lain mengharuskan penghuni bumi pertiwi ini memiliki kearifan untuk siaga menghindari akibat-akibat yang merugikan. Sehingga pada suatu ketika, seperti teori yang telah diutarakan yaitu fisis determinis, alam bisa saja mengubah akan tata pola kehidupan masyarakat. Namun pada sisi lain dapat pula antisipasi masyarakat mampu menjadikan lingkungan tempat hidup ini akrab dan tetap mendukung terhadap keragaman rutinitas keseharian. Dari sisi inilah posibilisme memiliki peranan. Masyarakat bisa berbuat sesuatu dan tidak hanya menyerah terhadap goncangan-goncangan yang merupakan reaksi kodrati alam itu sendiri. Sehingga bagaimana kerasnya alam, masyarakat akan terbiasa karena pengetahuannya itulah yang mendasari bahwa bencana alam tidak mendikte kehidupan manusia melainkan dapat direkayasa berjalan seiring dan tidak saling berlawanan.
Dekade terakhir ini sering kali terjadi bencana longsor, bencana yang diakibatkan oleh pergerakan lempeng, dan juga bencana yang diakbatkan oleh posisi Indonesia yang terletak pada jalur ring of fire. Pengalaman yang telah ada hendaklah mendorong pada penerapan mitigasi bencana terutama dalam hal ini bencana yang bukan diakibatkan oleh manusia. Jika kesadaran akan pentingnya mitigasi ini sama sekali tidak dimaknai dalam konteks implementasi, maka jangan disesali apabila banyak kerugian materil ataupun imateril dalam menjalani hidup di nusantara.
Langkah-langkah aplikatif mitigasi bencana dapat dimulai dari, potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat yang kemudian disebut sebagai resiko, terlebih dahulu dihitung berdasarkan pada penilaian bahaya, kerentanan dan kapasitas di wilayah tersebut. Bahaya (Hazard) , merupakan suatu kejadian yang mempunyai potensi untuk menyebabkan terjadinya kecelakaan, cedera, hilangnya nyawa, atau kehilangan harta benda. Sementara itu kerentanan (vulnerability), adalah serangkaian kondisi yang menentukan apakah bahaya yang terjadi akan dapat menimbulkan bencana (disaster) atau tidak. Pengkalian bahaya dengan kerentanan ini kemudian dibagi oleh kapasitas (capacity) yang artinya adalah kemampuan untuk memberikan tanggapan terhadap situasi tertentu dengan sumberdaya yang tersedia baik fisik, manusia, keuangan dan lainnya sehingga dapat diketahui sejumlah resiko.
Kemudian dilanjutkan dengan melakukan tindakan untuk mengurangi resiko bencana tersebut. Tindakan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi kerentanan dan menambah kapasitas sebuah daerah. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko bencana antara lain dengan melakukan relokasi penduduk dari daerah rawan bencana, pelatihan-pelatihan kesiapsiagaan bencana, pengkondisian rumah atau sarana umum yang tanggap bencana, membuat bangunan yang relatif lebih kuat jika dilanda gempa, penciptaan dan penyebaran kearifan lokal tentang kebencanaan, dan lain-lain. Penerapan startegi menghindar dari resiko bencana berpulang kembali kepada kesadaran dan kecerdasan dalam menilai tempat dimana kita hidup. Karena Terkena ataupun tidak dari dampak bencana adalah konsekuensi logis atas tindakan yang dipilah.
Penulis, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS
Universitas Pendidikan Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar