Warga Kota Tasikmalaya tentu sudah mengetahui keberadaan Situ Gede. Keberadaannya cenderung lebih dikenal dari aspek wisata karena memang pengelolaannya telah ditetapkan dalam bentuk peraturan Walikota Tasikmalaya No. 9 tahun 2006tentang pemanfaatan Sumber Daya Alam Di Objek Daya Tarik Wisata Situ Gede.Letaknya berada di Kelurahan Mangkubumi dan Kelurahan Linggajaya Kecamatan Mangkubumi, sekitar 3 km ke arah barat daya dari pusat Kota Tasikmalaya. Dapat ditempuh dengan waktu sekitar 3 jam dengan menggunakan kendaraan bermotor dari Bandung ataupun Cirebon. Karena Letaknya yang strategis situ buatan Belanda ini dilewati oleh moda transportasi umum yaitu angkutan kota 04 yang berangkat dari terminal Pancasila kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki 1 km. Secara geografis, letak Situ Gede adalah sebagai berikut:
§ Di sebelah utara berbatasan dengan lahan pertanian Kecamatan Indihiang
§ Di sebelah selatan berbatasan dengan pemukiman Kelurahan Mangkubumi
§ Di sebelah barat berbatasan dengan permukiman Kelurahan Cipari
§ Di sebelah timur berbatasan dengan permukiman Kecamatan Cihideung.
Situ Gede merupakan wilayah perairan umum dengan luas lahan ± 47 Ha dan kedalaman air rata-rata 6 meter. Kawasan ini memiliki potensi yang sangat besar sebagai penampung air bagi kawasan pertanian di Kecamatan Mangkubumi dan sekitarnya seluas 227 Ha. Selain potensial sebagai penampung air, kawasan ini juga memiliki potensi yang besar untuk kawasan wisata dan perikanan. Ketersediaan air di kawasan Situ Gede berasal dari kawah Gunung Galunggung yang mengalir melalui aliran Sungai Cikunir dan Saluran Cibanjaran di sebelah barat situ, Master Plan Situ Gede (2008: 19).
Situ terluas di kota dengan julukan kota santri ini secara cultural memiliki fungsi bagi perputaran roda sosio-ekonomi masyarakat Tasikmalaya. Potensi sumber daya alam yang luar biasa yaitu bentangan objek wisata air berupa Situ terluas di Kota Tasikmalaya dengan keanekaragaman flora dan fauna dapat dinikamati dengan udara yang cukup sejuk dan segar. Bagi para pemancing mania, bibir situ, rakit, atau gazebo yang tersedia merupakan tempat yang nyaman untuk menununggu ikan yang kebanyakan ikan gabus memakan umpan pancingan yang dipasang. Kenikmatan-kenikmatan tersebut menjadi berlipat tatkala dilanjutkan dengan wisata kuliner menyantap suguhan aneka ragam panganan yang dijual masyarakat setempat terutama makanan olahan ikan air tawar. Fasilitas berupa joging track tersedia sebagai wisata olahraga dengan lintasan track yang menarik yaitu mengelilingi pinggiran situ, masuk keluar hutan, melewati pemukiman warga yang disertai fasilitas toilet, gazebo pada beberapa spot untuk beristirahat hingga menjelang sore menantikan senja datang melihat pemandangan alam yang indah.
Selain potensi sumber daya alam, Situ Gede juga memiliki potensi wisata pilgrim. Potensi ini merupakan pulau kecil (Pulau Nusa) yang terdapat ditengah situ dengan luas 1 Ha yang dapat dijangkau dengan menggunakan rakit sambil menikmati keindahan Situ. Pada pulau ini terdapat sebuah makam, yaitu makam Eyang Prabudilaya Kusumah yang sering menjadi tempat ziarah para wisatawan yang tidak hanya berasal dari daerah sekitar akan tetapi kebanyakan datang dari luar kota seperti Cirebon, Sukabumi, dan lain sebagainya. Wisatawan ini berkunjung dengan tujuan yang bermacam-macam, mulai dari melakukan tawasul di depan makam sampai dengan meminta kenaikan pangkat atau agar lulus dalam menempuh ujian. Di samping makam Eyang Prabudilaya terdapat 2 buah makam pengikutnya yaitu Jayakerta beserta isteri yang konon isteri Jayakerta ini piawai nyinden (baca: nyanyi) karena itu tidak sedikit peziarah yang datang supaya suaranya menjadi merdu.
Bersumber dari masyarakat setempat, dapat diketahui perjalanan Eyang Prabudilaya sampai dengan dimakamkan di tempat tersebut. Eyang Prabudilaya ini merupakan tokoh yang dihormati masyarakat Tasikmalaya yang memiliki garis keturunan dengan wali. Dituturkan bahwa beliau memiliki 2 orang isteri yang bernama Sekar Karembong yang kini dimakamkan di Bantar. Sedangkan isteri berikutnya yakni Sembahdalem sampai saat ini tempat persemayaman terakhirnya tidak diketahui konon menghilang begitu saja (dalam bahasa sunda “nilem”). Suatu ketika isteri sang Eyang Prabudilaya satu dengan yang lain saling mencari karena sang suami menghilang dalam waktu yang lama. Isteri pertama mencari ke tempat isteri kedua begitupun sebaliknya sehingga mereka memutuskan untuk mencari bersama-sama.
Pencarian itu berbuah hasil. Ditemukan sang suami sedang matigeni di suatu tempat, lalu oleh isterinya dibawa pergi untuk kemudian dibunuh sehingga darahnya mengalir merah yang kini tempat terbunuhnya tersebut dinamakan Situ Cibeureum. Oleh pengikutnya Eyang Prabudilaya dibawa pergi dengan dipangku (baca: digotong) menggunakan samping (baca: kain sarung) yang diikatkan pada bambu panjang. Di tengah perjalanan bambu tersebut patah akan tetapi dapat disambung kembali dengan menggunakan tanah untuk kemudian dipangku lagi. Sehingga sampai dengan sekarang tempat menyambungkan bambu menggunakan tanah tersebut dinamakan daerah Mangkubumi. Perjalan berlanjut namun setelah cukup lama berjalan tiba-tiba pengikutnya tersebut nagog (baca: jongkok) sehingga sampai dengan saat ini tempat nagog tersebut diberi nama daerah Nagrog. Tak lama perjalanan dilanjutkan kembali, setelah cukup jauh berjalan lewatlah pada suatu tempat yang cuaca/udaranya lumayan tiis (baca: cukup sejuk) dan memutuskan untuk beristirahat sejenak. Tempat peristirahatan tersebut sampai dengan sekarang disebut daerah Maniis. Setelah lama beristirahat digotong lagi jenazah Eyang Prabudilaya hingga pada akhirnya dimakamkan di pulau yang terletak di tengah Situ Gede.
Masih bersumber dari warga daerah Maniis yang terletak di arah timur laut Situ Gede, tinggi muka air pada bibir pulau di tengah Situ selalu sama meskipun pada musim kemarau ataupun hujan. Bahkan keadaan tersebut tetap demikian di saat bagian situ yang lainnya dalam keadaan kering. Adanya fenomena tersebut disimpulkan bahwa Pulau tersebut dalam kondisi terapung tidak bersentuhan dengan lantai situ. Di tuturkan pula bahwa pasangan pacaran yang datang ke Situ Gede dapat dipastikan akan berakhir dengan perpisahan. Dan satu lagi adalah tuturan bahwa Situ Gede memiliki hubungan dengan Situ Panjalu yang berada di wilayah pemerintah Kabupaten Ciamis. Keterhubungan tersebut dari keberadaan ikan “si kokol” yang selalu berpindah-pindah dari Situ Gede ke Situ Panjalu dan sebaliknya.
Sampai dengan saat ini tidak bisa dipastikan bahwa seluruh masyarakat setempat mengetahui betul akan cerita-cerita tempat tinggalnya di masa silam. Meskipun hanya secara singkat akan tetapi tuturan-tuturan di atas sedikitnya dapat dijadikan sebagai permulaan untuk selanjutnya digali lagi lebih komprehensif dalam konteks sejarah yang unik sehingga mampu menarik minat wisatawan lebih banyak.
itu mah foto-foto yang lama -_-
BalasHapus